Sunday, November 25, 2007 Bukan rahasia lagi saya telah mendendam rasa ingin yang agak mendesak-desak, agar ada sesuatu yang berguna bagi bangsa saya, Indonesia, dengan kondisi yang makmur negara Kanada. Bangsa Indonesia yang mendekati 235 juta jiwa jumlahnya dengan tingkat pengangguran sekitar sebelas juta orang sesuai dengan data tahun 2005. Kalau persentase ini dari jumlah angkatan kerja seluruh Indonesia jumlahnya mungkin sekali akan mendekati jumlah yang fantastis pada tahun 2007.

Berapa penduduk Kanada? 33.390.141 (July 2007) kata World Factbook CIA. Jangan-jangan jumlah angkatan kerja di Kanada akan bisa menyamai jumlah para penganggur di Indonesia.

Alangkah idealnya kalau mereka, para penganggur itu, sebanyak satu juta orang saja, bisa dan mau pindah ke Kanada, bekerja disana dan mendapatkan nafkah yang halal, membayar pajak dengan benar dan berdisiplin seperti layaknya manusia normal.

Orang Kanada akan tertolong dengan pekerjaan yang mereka sendiri kurang suka untuk mengerjakan sendiri. Saya yang sudah memelototi segala kemungkinan dan memperhatikan data-datanya untuk keperluan dendam kesumat saya di atas, tidak dapat melihat bila saya akan berhasil memulai melaksanakannya, biar sebagian kecil sekalipun. Ada 260.000an orang yang beremigrasi ke Kanada, separuhnya masuk ke Propinsi Ontario pada tahun lalu. Tahun ini akan sebanyak itu atau malah lebih, akan datang lagi.

Dari yang masuk itu maka sebagian besar berasal dari China dan telah menempati posisi-posisi pekerjaan dari tingkat pekerja kasar sampai ke kelas Lawyer dan ada yang menjadi Anggota DPRnya. Bagaimana Indonesia?

Saya belum melihat apa-apa.

Malah dari daftar yang saya lihat, ada tiga restoran Indonesia di Toronto. Ketiga-tiganya saya telepon, sudah tutup usaha semuanya tanpa kecuali. Orang-orang Indonesia yang tinggal di Toronto juga tidak ada yang tahu apa masih ada atau tidak restoran itu.

Saya sudah bertemu dengan orang-orang asal Indonesia dengan berbagai latar belakang. Mereka ada yang baru beberapa bulan tinggal disana dan ada yang hampir seumur hidup menjadi Canadian, ada yang empat puluh tahun tinggal disana dan menerima pension disana, hidup sejahtera. Mereka ini telah membuktikan tahan terhadap cuaca yang ganasnya extreme, yang hanya sekitar dua bulan saja yang panas, bulan-bulan sisanya dingin dan amat dingin pada bulan Januari dan Februari, bisa mencapai minus 33˚ Celsius dan kadang-kadang malah minus 50˚.

Mari kita perhatikan perbandingan data-data antara Kanada dan Indonesia berikut:

Luas area Canada : total 9.984.670 kilometer persegi

Luas area Indonesia : total 1.919.440 kilometer persegi

Jumlah penduduk Canada : 33.390.141 orang

Jumlah penduduk Indonesia: 234.693.997 orang

Data-data ini saya kutip dari sumber yang sama seperti saya sebutkan di atas.

Kita semua bisa menyaksikan bagaimana kalau kedua data tersebut disandingkan. Penduduk Indonesia ada sebanyak tujuh kali jumlah penduduk Canada sedang area totalnya hanya seperlimanya areal yang dimiliki Canada. Dengan sedikit canda, kalau seluruh orang Indonesia pindah ke Canada, tentu negara Canada tidak akan terasa penuh.

Hal-hal yang ideal yang saya dambakan dan hal mustahil yang saya impikan di atas itu kalau saja bisa terjadi maka akan menguntungkan kedua bangsa.

Tetapi kendala-kendala utama adalah:

  1. Cuaca yang tidak biasa. Cuaca Kanada seperti tergambar di atas tidak akan disukai orang Indonesia pada umumnya. Meskipun para pencari kerja akan menyesuaikan diri, maka keluarga mereka belum tentu akan tahan untuk hidup seperti kepala keluarganya yang bekerja mencari nafkah disana. Dengan demikian penyatuan keluarga (family reunion) baru agak bisa sesuai, kalau dilakukan oleh mereka yang masih muda usia, yang anak-anaknya masih Sekolah Dasar.
  1. Peraturan Immigrasi yang tidak akan memungkinkan. Meskipun Kanada memberikan persetujuan unuk kaum imigran yang sudah bertitel pendidikan sarjana strata satu (minimum) tetapi pemerintah Kanada juga tidak menjamin tersedianya pekerjaan. Para imigran kalaupun disetujui statusnya, harus bisa mencari kerja sendiri. Bukan sedikit Sarjana Strata Tiga dari Sri Langka yang bekerja menjadi pekerja di Pizza Parlor dan menjadi petugas Concierge sebuah gedung perumahan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang hina atau penghasilannya tidak mencukupi. Bekerja disitu akan menyebabkan hidup layak menjadi manusia seutuhnya yang dihargai oleh negara Kanada. Hidup cukup, tidak mewah akan tetapi, ada tetapinya. Siap mentalkah yang si ES Tiga itu bekerja dengan status seperti itu?? Big Question! Tanda tanya besar.

Saya sekarang ingin membicarakan alternatif lain yang kemungkinannya ada dan yang dapat dibaca di artikel tertera dibawah ini, yang dimuat di harian Kompas pada tanggal 22 yang lalu. Silakan menyimaknya, dan saya bersedia menyimak usul anda setelah membaca artikel tersebut sampai habis. Cernakan dan saya bersedia membuka forum bagaimana penerapan kesempatan yang baik ini bagi nusa dan bangsa kita, Indonesia.

       KOMPAS

Kamis, 22 November 2007

 

 
"Dunia Rata" ala Indonesia

Henry Subiakto

Siapa sangka India, yang dulu dikenal sebagai negara yang mayoritas rakyatnya miskin dengan kondisi kota-kotanya yang kumuh serta diwarnai konflik sosial politik tinggi, kini membuat kagum banyak orang.

Bahkan muncul kekhawatiran di AS karena perkembangan penguasaan information and communication technology (ICT) luar biasa. Minimal itulah kesan dari buku The World Is Flat (2006) karya Thomas L Friedman, kolumnis Foreign Affairs The New York Times.

Menurut penyabet penghargaan Pulitzer 2002 kategori komentator itu, kini dunia sudah bersifat datar, yaitu mengglobal dan ber-platform jaringan internet sehingga berbagi aneka bentuk pengetahuan dan pekerjaan sudah tak terkendala oleh waktu, jarak, wilayah, dan bahasa. Dunia datar menyuguhkan aras palagan permainan (level playing field) yang kompetitif untuk negara industri dan negara berkembang (emerging market countries).

Dunia datar bersumbu pada kemajuan dan pemanfaatan ICT. Siapa pun, dari mana pun, dengan ICT dapat menjadi "pemain" utama di pasar kerja. Adanya internet, alur kerja memanfaatkan mesin, kemudahan kirim-unduh data, outsourcing, relokasi tempat produksi, hingga kemudahan mencari informasi melalui mesin pencari, dan tautan digitalisasi bergerak virtual mempribadi dicatat Friedman sebagai kekuatan pendatar dunia.

Semua perkembangan ini telah memunculkan fenomena luar biasa, saat semua kekuatan pendatar berkonvergensi dan berproses dengan sokongan model bisnis baru yang inovatif berbasis ICT membuat semua orang memiliki kesempatan yang sama menjual kemampuannya di pasar global.

Friedman menunjukkan kehebatan India. Betapa perusahaan di kawasan Bhavya, Bangalore, mampu menyediakan tenaga kerja untuk juru ketik, operator call center, akuntan, hingga pemrogram komputer di negara maju. Orang India bekerja untuk AS, tetapi tetap tinggal di India. Mereka bekerja sebagai bagian integral rantai bisnis perusahaan global, seperti Dell, American On Line (AOL), dan Microsoft.

Bersaing melalui ICT

Kini orang AS harus bersaing kerja dengan yang tinggal di AS dan insan brilian sejagat. Artinya, di sana ada pekerjaan yang mulai terancam tergusur oleh orang dari belahan dunia lain melalui mekanisme outsource, otomatisasi, atau digitalisasi. Profesi, seperti ahli bedah, radiologi, dokter gigi, ortodontis, pengacara, farmakolog, dan guru, termasuk kategori yang rentan tergusur tanpa bisa dicegah meski dengan larangan masuknya pekerja migran.

Dengan mengandalkan kualitas hasil kerja dan daya saing harga, serta memaksimalkan ICT, warga India mengambil alih pekerjaan warga AS. Misalnya, melalui webcam, guru India dengan harga jauh lebih murah dapat memberi les secara virtual kepada siswa yang tinggal di AS.

Tugas dokter radiologi di John Hopkins Hospital AS pada malam hari atau pada akhir pekan sudah di-outsource ke dokter-dokter India. Melalui teleradiology memungkinkan para dokter India mendapat gambar dari rumah sakit ke rumah mereka (bisa juga ke Vail atau Cape Cod). Gambar itu langsung dapat diinterpretasi sehingga tersedia layanan media secara prima 24 jam. Untung, ketika di AS malam, di India siang sehingga tidak ada ongkos lembur.

Para akuntan India di Bengalore, dengan kemampuan sama, bisa mengambil alih auditing dari akuntan AS di Washington atau New York. Kualitas hasilnya hampir sama, tetapi lebih murah.

Itu contoh bagaimana orang India dengan kemajuan ICT-nya mampu "merebut" pekerjaan profesi-profesi tertentu tanpa harus hadir secara fisik.

Ala Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Kita memang masih tertinggal, baik dari sisi infrastruktur maupun SDM. Namun, tidak berarti kita diam saja. Setidaknya, upaya ke arah itu sudah ada. Salah satunya dilakukan Depkominfo dengan memperluas akses jaringan informasi dan komunikasi, dewasa ini tengah dibangun infrastruktur yang disebut Palapa Ring. Suatu jaringan serat fiber optik high-speed packet access (HSPA), yang dibangun sepanjang 11.000 km, diperkirakan selesai akhir 2008.

Palapa Ring merupakan jaringan penopang utama yang menghubungkan pulau-pulau dan kota-kota di Indonesia timur. Semacam jalan tol untuk lalu lintas informasi digital, yang dibangun atas dana partisipasi swasta murni dari para operator telepon. Palapa Ring akan terkoneksi dengan jaringan yang sudah ada di Indonesia bagian barat. Untuk jaringan ICT masuk ke desa, juga dibangun universal service obligation (USO) yang diperkirakan rampung tahun 2009.

Melalui infrastruktur itu diharapkan akan terjadi pertukaran informasi yang lebih masif dan mampu menumbuhkan berbagai aktivitas positif. Infrastruktur ICT dimaksudkan untuk mendorong warga Indonesia berpeluang lebih baik untuk memperoleh kualitas pendidikan (e-education) . Misalnya, guru pintar yang enggan mengajar di daerah terpencil, dengan jaringan internet dilengkapi webcam, dapat berbagi ilmu ke masyarakat di sekolah pelosok kendati ia tetap berada di kota.

ICT juga dikembangkan untuk e-health, yaitu puskesmas-puskesmas dikoneksikan dengan rumah sakit, tenaga medis, atau dokter andal. Nantinya pasien dan tenaga medis dapat berkonsultasi jarak jauh dengan memanfaatkan perangkat teknologi komunikasi berbasis visual (3G), atau bahkan menggunakan teleradiology.

Dalam ekonomi, warga desa diharapkan dapat melakukan transaksi uang tanpa bertemu fisik atau melalui ATM yang jarang di daerah terpencil. Cukup dengan telepon seluler, siapa pun bisa bertransaksi melalui jaringan (e-money) yang dikemas seperti kode angka voucher pulsa dan bila menerima angka, dapat menukarkan dalam bentuk uang tunai melalui (misalnya) kantor pos di desa mereka.

Ini merupakan perkembangan ICT yang revolusioner. Diharapkan melalui Palapa Ring dan USO, keberadaan ICT di berbagai pelosok Indonesia akan menjadi determinan perubahan sosial, yang ujungnya adalah peningkatan kesejahteraan.

Memang semua ini masih cita-cita, sekaligus optimisme. Untuk mewujudkan mimpi "dunia datar" ala Indonesia diperlukan keseriusan dan sinergi semua komponen. Kalau India bisa, orang Indonesia tentu juga bisa. Yang penting ada semangat, optimisme, dan berpikiran positif terhadap perubahan. Kita tak perlu gentar menghadapi dunia yang datar.

Henry Subiakto Dosen Program Pascasarjana Komunikasi Universitas Airlangga

Janganlah kita tergesa-gesa membuat proposal. Dengan faslitas Palapa Ring itu akan amat banyak kemungkinan kebangkitan daerah-daerah yang selama ini terkesan tertidur. Mari kita bangunkan diri kita terlebih dahulu dan baru mulai membangunkah orang lain yang tertidur tadi.

Saya terkesan dengan apa yang bisa diangkat dari isi serta makna tulisan sdr. Henry Subiakto di atas.

Seorang guru di rumahnya sendiri di Jakarta atau di Bandung bisa melakukan pengajaran dan berbagi ilmu dengan seseorang, bahkan dengan sekelompok manusia didalam satu kelas, yang berada di Indonesia Timur? Dan tentu saja sebaliknya. Semua itu berkat persiapan untuk membuat Palapa Ring sudah dapat diantisipasi pada akhir tahun depan.

Saya ingin mendapat masukan siapa-siapa di Indonesia yang mempunyai kesanggupan untuk mengorganisasikan sebuah unit yang dapat menampung pekerjaan-pekerjaan tertentu, yang kalau dikerjakan di Kanada akan mahal biaya personnelnya seperti terjadi di India yang tercantum dalam tulisan sdr. Henry Subiakto. Saya akan upayakan untuk menghubungkan dengan pihak-pihak yang memungkinkan di negara Kanada. Demikianpun sebaliknya bagi yang sedang berada di negara Kanada dan bisa melihat prospek ini, saya silakan menghubungi saya atau siapapun yang dianggap mampu. Kalau ini berhasil maka dua masalah dalam 1. dan 2. di atas akan secara otomatis bisa teratasi. 

Anwari Doel Arnowo