Manusia Indonesia mesti bangkit. Ia mesti bangkit bila masih cinta pada Indonesia, masih mencintai keutuhan wilayahnya, masih mencintai persatuan bangsanya dan di atas segalanya, masih mencintai kebebasannya. Janganlah kau tertipu oleh mereka yang sedang meracuni otakmu. Bila mereka berkuasa, yang akan mereka rampas pertama adalah kebebasanmu. Kemerdekaanmu. Dirimu, jiwamu, ragamu, pikiranmu semuanya akan diperbudak. Bangkitlah untuk mempertahankan kebebasanmu, kemerdekaanmu. Bangkitlah untuk mempertahankan budayamu, budaya yang lembut, budaya yang penuh kasih, budaya yang subur dan menyuburkan, budaya yang hijau, budaya yang berlembab. Demi kekeringan padang pasir, janganlah kau menggadaikan kesuburan tanahmu. *1 Indonesia Under Attack halaman xviii (lukisan Jaka Tarub dari artpaintingsss.com)

Kisah Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan

Seorang remaja putri sedang mendengarkan dongeng dari ibunya tentang kisah bidadari yang hidup dan berumahtangga di dunia.
Ada seorang janda yang disebut Nyai Tarub mempunyai anak angkat yang dipanggil dengan nama Jaka Tarub. Jaka Tarub adalah pemuda sederhana yang patuh terhadap ibu angkatnya dan mempunyai obsesi mempunyai istri seorang bidadari yang cantik dan berjiwa suci agar dia dapat mempunyai anak keturunan yang mulia. Pada suatu hari, dia pergi ke puncak gunung yang dianggap keramat oleh penduduk desa setempat. Ternyata di puncak gunung tersebut ada sebuah telaga kecil yang indah.
Ketika dia mendekat ternyata ada tujuh bidadari sedang mandi bersenda-gurau di tepi telaga tersebut. Jaka Tarub mendekat ke arah tumpukan pakaian bidadari dan mengambil salah satu selendang dari para bidadari tersebut. Selesai mandi ketujuh bidadari berpakaian mengambil selendang dan terbang, hanya salah seorang tetap tinggal karena kehilangan selendang dan tidak bisa terbang dengan bidadari lainnya.
Jaka Tarub datang dan menyarankan agar lebih baik tinggal di rumahnya, daripada berjalan kaki pergi sendirian yang berbahaya. Bidadari tersebut menurut, bahkan akhirnya bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan tersebut bersedia menjadi isteri Jaka Tarub. Mereka dikaruniai putri cantik bernama Retno Nawangsih.
Konon sebagai seorang istri Dewi Nawangwulan cukup memasak dengan sebutir beras yang menghasilkan nasi sebakul. Dewi Nawangwulan berpesan agar tidak ada seorang pun yang membuka tutup penanak nasi tersebut. Pada suatu hari, Jaka Tarub melanggar pesannya dan membuka tutup penanak nasi. Akibatnya sejak saat itu, Dewi Nawangwulan menanak nasi seperti biasa.
Pada suatu hari karena persediaan lumbung beras semakin sedikit, maka Dewi Nawangwulan menemukan selendang bidadarinya disembunyikan di bawah lumbung tersebut. Akhirnya Dewi Nawangwulan mengetahui kalau suaminya yang sengaja mengambil selendang bidadari agar dia tak bisa terbang. Akhirnya Dewi Nawangwulan pergi ke langit dan tak ada kabar beritanya lagi.
Hubungan jiwa dengan bidadari meningkatkan spiritualitas Jaka Tarub. Jaka Tarub menjadi seorang yang bijak dan berpengaruh di desanya, bahkan bersahabat dengan Prabu Brawijaya dari Majapahit. Akhirnya Jaka Tarub dikenal sebagai Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub juga memahami tentang seluk-beluk perawatan “keris”, dan pada suatu hari sang prabu mengutus Ki Buyut Mahasar dan putra angkatnya bernama Bondan Kejawan untuk belajar tentang “keris” pada Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub mengetahui bahwa Bondan Kejawan sebenarnya adalah salah satu putra kandung dari Sang Prabu Brawijaya yang sengaja dijadikan anak angkat Ki Buyut Mahasar demi tujuan tertentu. Kini sang pangeran diminta belajar dari dirinya dan hidup di desa.
Bukan suatu kebetulan bila seorang keturunan raja diminta hidup di desa yang subur dan damai. Ki Ageng Tarub memahami, putrinya adalah sebuah wadah yang suci, sedangkan Raden Bondan Kejawan mempunyai darah penguasa Nusantara. Kombinasi keduanya akan menurunkan putra-putri yang perkasa.
Ketika Retno Nawangsih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan. Setelah Ki Ageng Tarub meninggal dunia, maka Raden Bondan Kejawan menggantikan kedudukan mertuanya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Retno Nawangsih melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa disebut Ki Getas Pandawa. Ki Getas Pandawa kemudian mempunyai putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram.
“Demikianlah putriku ada mitos bahwa Raja-Raja Mataram adalah keturunan dari seorang bidadari dengan seorang putra raja Majapahit.”
Seng remaja putri bertanya, “Bukankah Bunda juga pernah bercerita bahwa Putri Shakuntala adalah putri dari Resi Wiswamitra dengan Bidadari Menaka? Kemudian Shakuntala kawin dengan Raja Dusyanta melahirkan Bharata yang merupakan nenek moyang Pandawa? Bunda, betulkah bidadari mempunyai kelebihan dari pada wanita biasa sebagai seorang istri?”
“Menurut Bunda, seorang bidadari mempunyai jiwa yang suci, jauh dari hasrat keduniawian. Dia hidup selaras dengan alam.” Itulah sebabnya kombinasi dari wadah yang suci dengan genetik satria akan menurunkan putra-putri yang perkasa. Berupayalah menjadi suci bagaikan bidadari!”

Makananmu boleh bersih, bila hatimu tidak bersih, kau tetaplah kotor, belum suci. Kau tidak menjadi suci karena bajumu berwarna putih. Bajumu boleh berwarna apa saja, jiwamu harus putih, bersih, suci. *2 Surat Cinta Bagi Anak Bangsa halaman 20

Para Leluhur menghormati kedudukan wanita

Luar biasa bahwa masyarakat kita, sejak zaman dahulu, memahami betul peran perempuan. Kedudukannya dihargai. Perempuan dihormati. Tidak dikasihani, tapi dihormati. Keadaan ini berubah ketika para pedagang dari Timur Tengah, Timur Jauh dan Eropa mulai memasuki wilayah kita. Bersama uang, merekapun membawa budaya mereka. Kita terpengaruh, dan “jatuh” dari ketinggian yang pernah kita capai. Ketinggian peradaban, ketinggian budaya, ketinggian dalam segala bidang. *3 Saptapadi halaman 137
Budaya kita tidak melihat perempuan sebagai obyek seks yang menakutkan dan merongrong kejatuhan manusia ke neraka, sehingga tak ada keperluan untuk mengharuskan perempuan menutup rapat badan mereka. Budaya kita lebih percaya pada pemberdayaan dari dalam dan bukannya meniadakan semua godaan dari luar. Bila kuat didalam, segala godaan diluar tak akan menggoda; bila lemah di dalam diri, segala virus di luar dapat dikalahkan; tetapi bila sudah lemah di dalam, apapun bisa jadi sumber penyakit. *3 Saptapadi halaman 139

Sang Ibu berkata, “Dulu para pedagang asing mempengaruhi pandangan masyarakat kita terhadap wanita, apalagi saat ini dengan teknologi informasi yang canggih. Pengaruh globalisasi pada saat ini sudah sangat besar, sehingga bidadari hanya digambarkan keelokan wajah dan kemolekan tubuhnya. Pada waktu bunda masih kecil dulu eyang putri masih menggambarkan bidadari memiliki hati yang suci, sehingga mempunyai menantu seperti seorang bidadari adalah dambaan seorang ibu agar anak keturunannya menjadi putra-putri yang mulia.”
Disadari atau tidak, diakui atau tidak, sebetulnya penyerangan Raden Patah ke Majapahit, memberi trauma kolektif masyarakat Jawa, bahwa karena beda keyakinan, seorang anak kandung tega menyerang sang ayahanda. Baik yang pro Raden Patah maupun yang pro Majapahit, dimana kedua pihak tersebut sudah bercampur menjadi leluhur kita, keduanya mempunyai ketakutan kolektif tentang kemungkinan anak yang berani melawan orang tua.
Barangkali dalam DNA kita terdapat trauma tersebut, apalagi hal tersebut menyebabkan perang antar saudara yang pasti terekam dalam DNA kita. Rupanya kejadian tersebut bukan hanya di Jawa, tetapi di Sunda pun seorang pangeran juga berseberangan dengan Prabu Siliwangi, ayahandanya karena dia telah memilih keyakinan yang baru. Barangkali demikian juga di daerah lain. Dan semua itu diawali ketika seseorang memilih istri yang mempunyai keyakinan yang berbeda, sehingga menghasilkan putra yang berbeda keyakinan. Peristiwa yang diderita seorang raja akan dirasakan pengaruhnya dalam masyarakat luas dan merasuk dalam batin setiap orang yang terbawa dalam DNA nya.
Sebelum masa keruntuhan Majapahit, masalah keyakinan pasangan tidak menjadi masalah begitu besar. Karena pada waktu itu kita tidak begitu fanatik. Bahkan semua agama yang datang diterima dengan baik. Bangsa kita sudah berbudaya tinggi jauh sebelum agama-agama lahir.
Semoga pasangan-pasangan yang berbeda keyakinan menjadi mata air-mata air perdamaian di negara kita sehingga kita dapat saling mengapresiasi keyakinan orang lain. Toleransi tidak banyak membantu, toleransi hanya berada di wacana saja dan dalam toleransi ada keangkuhan diri bahwa akulah yang benar. Kemudian, walaupun kau berbeda keyakinan, ya sudahlah tidak apa-apa. Semoga komunitas-komunitas yang tidak mempermasalahkan keyakinan semakin berkembang di Indonesia.

Toleransi dan apresiasi harus jelas, tapi Anda tidak perlu menjadikan kepercayaan dan pemahaman kepercayaan saya sebagai bagian dari kepercayaan atau pemahaman terhadap kepercayaan Anda. Begitu juga sebaliknya, saya tidak perlu itu. *4 Sutasoma halaman 39

Sekadar toleransi tidaklah cukup. Pembagian manusia Indonesia berdasarkan kepercayaan dan keimanan – harus dihentikan. Pembagian manusia Indonesia berdasarkan kelompok yang beragama bumi dan beragama langit, hanya menunjukkan betapa tumpulnya kalian. *5 Reformasi halaman 66

Seorang yang meninggalkan agama asalnya dan memeluk agama lain, menjadi lebih fanatik. Karena, ia merasa perlu membuktikan bahwa pilihannya tepat. Ada rekaman tentang kepercayaan masa lalu dalam DNA kita, kemudian ada rekaman baru tentang apa yang kita percayai sekarang…. Dan, kita harus membuktikan bahwa tindakan kita sudah betul. Maka, kita pun menjadi lebih fanatik. Kita, bangsa Indonesia, punya masalah yang berat sekali. Selama 600 tahun terakhir, kita sudah pindah agama tiga sampai empat kali. Dan DNA kita membawa semua memori ini. Jadi, kita menjadi fanatik. Yang Hindu fanatik, Buddha fanatik, Kristen fanatik, Katolik fanatik, Islam fanatik, karena kita lupa kita punya jati diri. Jati diri kita ada, peradaban kita juga sudah ada jauh sebelum agama-agama tadi masuk Nusantara. *6 Tsunami halaman 133

Barangkali, setelah peristiwa itu orang tua lebih ikut campur dalam penelusuran Bibit, Bobot dan Bebet dari calon menantunya. Kami kira bagi orang tua yang sudah punya putra atau putri yang akan berumah tangga dapat memahami hal tersebut.

Bibit Bobot dan Bebet

Perkawinan dua orang calon mempelai bukan untuk jangka waktu pendek, diharapkan perkawinan akan lestari. Perkawinan juga diharapkan akan melahirkan putera-puteri yang memberi berkah kepada keluarga dan masyarakat. Dalam masyarakat tradisional, perkawinan juga merupakan pengikatan antara dua kelompok keluarga besar. Ungkapan “Cinta itu Buta” ada benarnya bagi yang betul-betul “termehek-mehek” dalam cinta. Akan tetapi perkawinan yang lebih langgeng dan lebih tinggi kualitasnya perlu ada pertimbangan-pertimbangan dari pikiran yang jernih. Kriteria yang ditetapkan bukan sebagai bentuk pilih kasih, akan tetapi lebih kepada kesesuaian multi dimensi antara sepasang manusia.
Bibit berarti benih, biji, asal atau keturunan. Benih padi unggul varietas tahan hama akan menghasilkan butir-butir padi yang unggul kualitas dan kuantitasnya. Seseorang yang lahir dari keluarga yang unggul karakternya, akan membawa sifat genetik unggul dalam dirinya.
Leluhur kita paham mengenai psikologi pria dan wanita. Dikatakan seseorang pria yang sadar dapat mengubah perilaku lamanya, akan tetapi karakter seorang wanita hampir tidak berubah dari lingkungan keluarga lamanya. Oleh karena itu banyak pangeran yang memilih puteri seorang Bhagawan yang suci. Sedangkan bagi pria keturunan raja yang adil dan bijaksana mempunyai peringkat Bibit yang tinggi. Bibit berhubungan dengan karakter bawaan calon menantu dari keluarganya.
Bobot berarti nilai, kekuatan, kualitas, harkat, derajat dan martabat seseorang. Seseorang sarjana yang memiliki pekerjaan terhormat memiliki peringkat Bobot yang tinggi. Seorang pekerja tidak tetap mempunyai peringkat Bobot yang rendah. Pada prinsipnya Bobot melekat langsung pada diri seseorang, bukan orang tuanya. Perilaku yang baik pada calon menantu termasuk Bobot yang diperhatikan.
Bebet secara harfiah berarti kain, pakaian. Seseorang dinilai dari Bebetnya yang merupakan penilaian luar dari seseorang. Pakaian seseorang mengungkapkan dirinya. Pakaian raja berbeda dengan pakaian orang awam. Harta kekayaan yang dimiliki seseorang termasuk Bebet.Pada prinsipnya seseorang yang hidup mandiri dianggap mempunyai Bebet yang baik.
Para leluhur kita sangat spiritual dalam memilih menantu, pertama dilihat keluarganya atau Bibit, kedua dilihat dirinya atau Bobot dan ketiga dilihat kemandiriannya. Sebetulnya kriteria demikian memudahkan seseorang untuk meningkatkan kesadaran.

Pentingnya seorang ibu yang baik bagi generasi penerus

Ketika sudah matang sebagai calon ibu, seorang perawan mengikuti nalurinya untuk melestarikan jenisnya dengan berumah tangga dengan lelaki pasangannya yang dapat mengisi kekurangan pada dirinya. Proses menyatunya dua jiwa lewat hubungan jasmani merupakan peristiwa yang suci. Ketika sang mempelai perempuan berniat mempunyai keturunan dan ketika sel telurnya dibuahi sperma, maka proses berkembangnya janin, bukan lagi tugas seorang ibu. Berkembangnya satu sel induk menjadi janin, fasilitas air ketuban dan lain-lainnya menjadi urusan alam.
Ketika seseorang menjadi ibu maka kasihnya tumbuh kepada sang anak, baik ketika masih berupa janin maupun anak dewasa. Kasih seorang ibu terhadap putranya berjalan searah, memberi tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan apa pun dari anaknya.
Pengaruh kasih ibu sangat besar. Sembilan bulan dan pendidikan semasa balita. Dalam suatu penelitian tentang ketahanan kelinci terhadap kolesterol, ternyata dari beberapa kelinci percobaan ada yang tidak terpengaruh oleh makanan yang berkolesterol. Usut punya usut ternyata sang observan selalu mengelus-elus seekor kelinci, dan elusan penuh kasih tersebut ternyata mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kekebalan tubuh.
Raden Bondan Kejawan dan Retno Nawangsih adalah gambaran pasangan yang ideal.

Sperma dan sel telur adalah hasil makanan. Kualitas makanan menentukan kualitas sperma dan sel telur. Seluruh data dalam DNA seorang anak berasal dari sperma ayah, dan energi untuk menggerakkan tubuh berasal dari sel telur ibunya. Data tersebut tidak dapat dibaca secara jelas jika wahana atau sperma yang mengantarnya berkualitas rendah. Begitu pula motorik seorang anak sepenuhnya tergantung pada kualitas telur ibunya. Rendah tingginya kualitas sperma dan sel telur menentukan “jenis rasa takut” yang diwarisi oleh seorang anak…… Kualitas rendah menciptakan berbagai macam kendala sehingga seorang anak tidak mampu mengekspresikan dirinya secara sempurna. Ia mengalami depresi, nervousness. Ia menderita inferiority complex atau menganggap dirinya rendah. Ia merasa tidak dihargai, dan akan melakukan apa saja untuk “mencuri” perhargaan dan pengakuan. Awalnya seluruh sistem pendidikan dirancang untuk mengatasi takut jenis pertama ini. Vyaayaam atau olah raga ringan tradisi Yoga, Tai-Chi dan sebagainya dirancang untuk itu. Kualitas sperma dan sel telur yang terlampau tinggi membuat seorang anak terlalu percaya diri. Ia menjadi sombong, keras, kaku, alot. Ia menderita penyakit superiority complex merasa diri superior. Untuk melembutkannya kepribadiannya, ia diajar untuk menyanyi, menari, menggambar dan lain sebagainya. *7 Fear Management halaman 21

Spiritualitas seorang istri

Leluhur kita sangat menghormati wanita. Hidup dalam lingkungan yang tidak berkesadaran dapat menurunkan tingkat kesadaran, sehingga kita harus hati-hati dalam pergaulan. Kalau lingkungan pergaulan saja dapat menyeret kita kepada kesadaran rendah apalagi pasangan istri atau suami kita. Agar tingkat kesadaran pria tidak turun maka dia harus mendapatkan istri yang sama tingkat spiritualnya atau bahkan yang lebih tinggi tingkat spiritualnya.

Peringatan bagi kaum pria: Bila kesadaran anda lebih rendah dari pasangan anda, anda tidak perlu khawatir. Kesadaran pasangan anda dapat menarik anda ke atas. Asal anda tidak egois dan tidak menganggap wanita lebih rendah daripada pria, anda tidak menutup diri untuk belajar dari wanita. Celaka, bila kesadaran anda lebih tinggi dari kesadaran pasangan anda, karena kesadaran rendah pasangan anda dapat menarik ke bawah. Seorang pria tidak selalu mampu menarik ke atas kesadaran pasangannya yang lebih rendah. *8 Rahasia Alam halaman 75

Diusahakan pasangan suami-istri berada dalam “range of frequency” yang sama, sehingga pertukaran energi suami istri saling melengkapi. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang “range of frequency” yang diambil dari buku *8 Rahasia Alam

Ki Ageng Tarub dapat melihat, perkawinan Retno Nawangsih dan Bondan Kejawan akan dapat meningkatkan kesadaran mereka, sehingga anak-anak keturunan mereka adalah anak-anak pilihan.

Range pertama, range hewani, instink dan naluri hewani yang bekerja. Bila anda mati-matian mengejar nama, kedudukan, harta dan sebagainya. Bila napsu anda selalu membara an anda merasa haus terus, sehingga dapat melakukan seks dengan siapa saja. bila anda tidak peduli terhadap kenyamanan orang dan bisa mengorbankannya demi kenyamanan diri.
Range kedua, range insani, bebas dari instink dan naluri hewani. Bisa jadi anda masih mencari nama, kedudukan, harta dan sebagainya, tetapi anda tidak mati-matian mengejarnya. Anda tidak akan mengorbankan kepentingan orang demi kepentingan pribadi. napsu yang bersifat egois di dalam diri anda berubah menjadi cinta yang siap berbagi.
Range ketiga, range ilahi, anda mengikuti nurani, intuisi. Anda ntidak mengejar ataupun mencari nama, kedudukan dan harta, karena anda sadar bahwa hal-hal itu tak ada yang langgeng. Cinta anda sudah berubah menjadi kasih, di mana nada akan memberi dan memberi. *Rahasia Alam halaman 77
Nikah bukanlah sebuah institusi untuk sekadar melegalisir hubungan seks antara sepasang anak manusia yang sedang ngebet. Maithuna adalah kegiatan seks yang dilakukan oleh sepasang anak manusia atau seorang anak manusia untuk melampaui kesadaran jasamani dan memasuki wilayah jiwa.
*9 Sexual Quotient halaman 77

Leluhur kita yang hidup dalam wilayah peradaban Sindhu, Hindu, Indies, Indo, Hindia, India atau apa pun sebutannya, menerima kama atau nafsu sebagai bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Dan, sutra pedoman yang berkaitan dengannya, sebagai sesuatu yang suci. *9 Sexual Quotient halaman 2
Kamasutra memberi teknik-teknik, diantaranya yang dapat kita lakukan bersama pasangan kita di atas ranjang, supaya kehewanian di dalam diri kita mendapatkan penyaluran. Sehingga energi di dalam diri kita dapat ditingkatkan. Kamasutra mengolah Nafsu menjadi Cinta, dan Cinta menjadi Kasih. Nafsu hanya menuntut. Cinta tidak sekedar menuntut, ia juga memberi yang setimpal dengan apa yang diterimanya. Kasih memberi dan memberi. Ia tidak menuntut, ia tidak peduli dibalas atau tidak.
*9 Sexual Quotient halaman 10

Candi Sukuh yang menjadi peninggalan Majapahit pernah berperan sebagai lembaga pendidikan dan menyediakan pelajaran-pelajaran tantra yang dapat membantu para siswa yang ingin meningkatkan kesadaran.

Para pemuka agama cenderung memisahkan yang duniawi dengan rohani. Itu sebabnya pembicaraan tentang seks saja dianggap tabu. Para ahli agama yang seharusnya juga berfungsi sebagai pendidik dalam bidang seks, tidak pernah bicara tentang seks. Pendirian tantra lain. Menurut ajaran-ajaran Tantra, Anda tidak usah melepaskan yang duniawi untuk mencapai kesadaran rohani. Yang duniawi dan rohani bisa jalan bersama. Dunia merupakan anak tangga yang dapat mengantar Anda ke puncak kesadaran rohani. Bagaimana Anda meninggalkan dunia ini? Seseorang yang dapat mencapai kesadaran spiritual adalah seseorang yang sudah puas dengan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Kalau belum puas, kalau masih ada obsesi terhadap benda duniawi, Anda tidak berhasil meningkatkan kesadaran Anda. *9 Kamasutra halaman 39

“Demikianlah putriku, pelajaran yang dapat diambil dari Kisah Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan yang erat kaitannya dengan budaya kita.”

Budaya sebagai perekat bangsa

“Terima kasih Bunda, Budaya dan bahkan pengetahuan tentang seks pun dapat mempersatukan sebuah bangsa.”
“Benar putriku, untuk mempersatukan bangsa budaya diperlukan sebagai perekat, sebaliknya untuk menguasai sebuah bangsa, orang luar pun perlu memahami budaya lebih dahulu. Itulah yang dilakukan Snouk Hourgronye di Aceh dan Raffles dalam history of Java dan Inggris mempelajari budaya India.”

Adakah agama-agama kita yang beragam itu dapat dijadikan perekat? Ternyata tidak. Konflik antar agama, walau diberi nama apa, tetaplah konflik "antar agama". Walau dicarikan alasan apa, konflik itu jelas-jelas menggunakan agama sebagai dasar untuk berkonflik. Agama-agama pun masih membutuhkan perekat. Ya, agama-agama pun masih membutuhkan perekat. Bahkan, dalam satu agama yang sama pun, kita masih membutuhkan perekat. Dialog, pertemuan, konferensi, persatuan, asosiasi, federasi… kita sudah mencoba semuanya. Konflik tetap … tak terhindari. *11 Indonesia Jaya halaman 15

Revolusi berarti Re-Evolusi. Menggelindingkan kembali Roda Evolusi yang seakan berhenti sekian lama. Dan, Evolusi berarti Perkembangan, Pertumbuhan, Kemajuan… Revolusi Spiritual adalah Perkembangan Nilai-Nilai Spiritual, Nilai-Nilai Batiniah dalam diri kita sendiri. Kita harus mati dan bangkit kembali. Mati sebagai individu yang tidak mengenal sejarah, tidak menghargai leluhur, tidak apresiatif terhadap budaya asal dan tergantung pada segala yang berasal dari luar. Dan, bangkit kembali sebagai Manusia Indonesia yang Utuh… Manusia Modern yang berakar pada Budaya Asal dan Sejarah Masa Lalu yang Gemilang, namun tidak hidup dalam masa lalu… la hidup dalam masa kini, dan bekerja untuk Masa Depan yang lebih Cemerlang! *11 Indonesia Jaya halaman 59

Bila kita masih ingin hidup "utuh" sebagai Orang Indonesia, kita harus menerima "keutuhan" bangsa serta budaya kita. Kita harus kembali pada mitos-mitos yang telah menjadi "akar budaya" kita budaya Nusantara yang "mengutuhkan"! Budaya Nusantara yang masih mampu mempersatukan kita dan menyuntiki kita dengan semangat baru untuk menghadapi dan memecahkan setiap persoalan bangsa. *11 Indonesia Jaya halaman 183

Budaya yang "memberi kita peluang" untuk berkembang terus mengikuti perkembangan jaman dan kemajuan dunia. Budaya Asal berdasarkan pada nilai-nilai luhur yang tidak pernah usang karena jaman. Budaya kita bukanlah budaya yang berdasarkan tradisi-tradisi, ungkapan-ungkapan atau perilaku seseorang atau beberapa orang saja, yang barangkali sangat relevan di jaman-jaman tertentu, tetapi tidak relevan lagi di jaman kita. Budaya kita tidak berdasarkan pada sesuatu yang sudah mati, tetapi berdasarkan kehidupan itu sendiri. *11 Indonesia Jaya halaman 331

Budaya adalah Energi. Jiwa dan semangat di balik kita bernegara dan berbangsa. Selama ini bila kita menggunakan ungkapan "kembali pada Budaya Asal" yang dimaksud tentunya bukanlah hidup di masa lalu. Kita tidak bisa melakukan hal itu. Kembali pada Budaya Asal hanya berarti kita tidak melupakan Ibu Pertiwi, tidak melupakan Budaya Asal kita. Maksudnya: Boleh merantau jauh untuk mencari nafkah, tetapi tidak lupa dengan kampung halaman. *11 Indonesia Jaya halaman 333

Terima kasih Bunda, Terima Kasih Guru yang membangkitkan kecintaan terhadap Budaya. Semoga kesadaran Guru menyebar ke seluruh Nusantara. Namaste. Bende Mataram, sembah sujudku bagi Ibu Pertiwi.

*1 Indonesia Under Attack Indonesia Under Attack Membangkitkan Kembali Jatidiri Bangsa, Anand Krishna, One Earth Media, 2006.
*2 Surat Cinta Bagi Anak Bangsa Surat Cinta Bagi Anak Bangsa, Anand Krishna, One Earth Media, 2006.
*3 Saptapadi Sapta Padi Tujuh langkah menuju keluarga bahagia, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2006.
*4 Sutasoma Sandi Sutasoma menemukan Kepingan Jiwa Mpu Tantular, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2007.
*5 Reformasi Reformasi, Gugatan Seorang “Ibu”, Anand Krishna, PT Grasindo, 1998.
*6 Tsunami Tsunami Membaca Ayat Ayat Allah dari Tragedi Tsunami, Anand Krishna dan teman-teman, One Earth Media, 2006.
*7 Fear Management Fear Management, Mengelola Ketakutan, Memacu Evolusi Diri, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.
*8 Rahasia Alam Rahasia Alam Alam Rahasia, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2003.
*9 Sexual Quotient Sexual Quotient, Melampaui Kamasutra Memasuki Tantra, Anand Krishna, PT. One Earth Media, 2006.
*10 Kamasutra Jalan Kesempurnaan melalui Kamasutra, Anand Krishna, Gramedia Puataka Utama, 2004.
*11 Indonesia Jaya Indonesia Jaya, Segemilang Apapun Masa Lalu-Mu, Masa Depan-Mu Lebih Cemerlang, Anand Krishna, One Earth Media, 2005.

** Informasi buku silahkan menghubungi
http://booksindonesia.com/id/

** Situs artikel terkait
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
Desember 2009.