Beberapa hari yang lalu di TV O-Channel pada acara “friend in the city” ada wawancara dengan Mira Lesmana salah seorang tokoh muda perfilman Indonesia yang penulis lihat sekilas (sayangnya penulis tidak secara penuh melihat acara tersebut). Tapi dari apa yag bisa saya tangkap Mira Lesmana sangat memuji-muji perkembangan perfilman di Korea Selatan yang sudah sangat maju dibandingkan dengan perfilman di Indonesia, salah satunya karena pemerintahnya sangat membantu perkembangan perfilman di Korea Selatan.


Saya sebagai penggemar film, terutama film seri TV klasik (yang bercerita tentang masa lalu), sebelumnya hanya melihat film seri TV Hongkong, China, Taiwan dan Jepang. Setelah beberapa kali nonton film seri Korea Selatan, terus terang saja melihat bahwa dari segi kwalitas cerita, gambar, suara, aktor dan aktrisnya, film seri Korea Selatan jauh lebih bagus dari film seri TV Hongkong, China, Taiwan, dan Jepang. Dari komentar-komentar yang muncul di beberapa blog internet boleh dikatakan akhir-akhir ini film seri TV Korea Selatan telah bisa bersaing dan bahkan mengalahkan film-film seri Hongkong, China, Taiwan dan Jepang yang telah lebih dahulu punya pangsa pasar dibidang ini daripada Korea Selatan.

Mungkin betul yang dikatakan oleh Mira Lesmana dalam wawancara di O-Channel bahwa semua ini berkat beberapa kebijakan pemerintah Korea Selatan yang memberikan insentif terhadap industri film dalam negeri.

Saya sebagai penggemar film tidak pernah tahu campur tangan pemerintah Korea Selatan yang memberikan dorongan positif terhadap perkembangan film nasional mereka, cuma punya beberapa catatan menurut pendapat penulis sendiri kenapa film seri TV Korea Selatan berhasil merebut banyak penggemar diseluruh dunia, yaitu:
1. Film Seri TV Korea Selatan sangat kuat di tema atau thematic. Message dalam setiap film seri yang disuguhkan sangat jelas, sehingga penonton bukan sekedar melihat film dengan alur yang dibuat dramatik, tapi ada pesan yang jelas pada setiap film seri yang menampilkan latar budaya Korea, dan menimbulkan keinginan tahu lebih lanjut tentang Korea dan budayanya.
2. Film Seri TV Korea Selatan telah berhasil memanfaatkan tehnologi multimedia yang terakhir seperti halnya: HDTV (High Definition TV) sehingga gambar dan suara lebih unggul, tehnologi animasi menggunakan komputer sehingga tehnik animasinya sudah sangat halus tidak kalah dengan tehnik animasi Hollywood.
3. Memanfaatkan aktor dan aktris yang memang sudah sukses di film layar lebar.
4. Budget yang cukup besar untuk membuat film, seperti untuk membuat film seri Jumong umpamanya mereka mengeluarkan dana sebesar 30 milyar Won atau kira-kira dalam rupiah sebesar 280 milyar rupiah. Mereka membuat suatu area yang dibuat seperti istana kerajaan kuno Korea masa lalu sehingga penonton betul-betul terbawa se-olah-olah kejadiannya betul-betul seperti berada di istana kerajaan masa lalu. Saat ini setelah selesai pembuatan film, tempat itu dimanfaatan untuk atraksi turis untuk orang Korea Selatan melihat bangunan istana kerajaan kuno Korea ataupun buat para pengagum film seri tersebut melihat shooting area film tersebut dibuat.

Ada beberapa film seri TV yang saya sudah tonton yang menyajikan beberapa tema yang berlainan yang mungkin bisa kita contoh, apalagi bagi kita bangsa Indonesia yang masih memerlukan media yang tepat untuk mempromosikan budaya Indonesia kedunia International maupun untuk memotivasi masyarakat Indonesia sendiri untuk mencintai budayanya sendiri, mencintai tanah airnya sendiri (diluar Jumong dan Dae Jo Young yang sudah pernah saya sebutkan pada tulisan terdahulu – dengan topic “Cinta Tanah Air dan Bangsa” – yang bertemakan kebesaran sejarah Korea masa lalu) :

1. Jewel in the Palace (yang pernah diputar di Indosiar 2X) produksi MBC, Korea Selatan yang ditayangkan di Korea pada periode September 2003 s/d Maret 2004. Episodenya berjumlah 70.

Film seri ini menceritakan tentang seorang wanita bernama Jang Geum, yang berawal sebagai pelayan istana yang berjuang untuk menjadi koki istana dengan segala intrik didalam istana yang akhirnya bukan saja diakui oleh raja sebagai koki istana yang hebat juga berdasarkan pengetahuannya tentang makanan yang bisa menyehatkan kemudian belajar ilmu kedokteran dan menjadi dokter wanita pertama di istana yang dipercaya oleh raja dan diberi gelar Dae yang merupakan gelar yang tinggi dilingkungan istana dan belum ada seorang wanitapun bisa punya gelar tersebut pada saat itu yang masyarakat Korea masih sangat berorentasi pada dominasi laki-laki. Oleh karena itu film seri ini juga lebih dikenal dengan nama Dae Jang Geum.

Temanya sangat jelas adalah bercerita tentang emanspasi wanita pada jaman dominasi pria masih sangat kuat dan memperkenalkan makanan-makanan yang bisa membuat sehat (kalau jaman sekarang dengan istilah diet) kemudian juga ilmu kedokteran yang sudah mulai berkembang di Korea pada jaman kerajaan abad ke 15.
Menurut Wikipedia, tokoh Jang Geum adalah tokoh yang memang pernah ada berdasarkan legenda tentang dokter wanita pertama yang hidup di dinasti Joseon di Korea pada periode tahun pemerintahan Raja Jungjong (1506 – 1544).

2. Hwang Jin-I, produksi KBS, Korea Selatan yang ditayangkan di Korea pada periode Oktober s/d Desember 2006. Episodenya berjumlah 24.

Film seri ini bercerita tentang seorang wanita bernama Hwang Jin-i yang lahir untuk menjadi kaesang (wanita penghibur para bangsawan seperti geisha di Jepang) yang berjuang dengan caranya sendiri menguasai para bangsawan penggemarnya untuk menghargai musik dan tarian klasik yang dibawakan dengan pengertian seni yang sebenarnya. Sebagai wanita penghibur pada jamannya, sungguh sulit perjuangannya untuk mendapatkan pengakuan bahwa apa yang dia lakukan adalah semata-mata untuk mempertahankan dan megembangkan seni musik dan seni tari klaik Korea yang sesunggungnya. Pada akhirnya dia berhasil menjadikan dirinya keluar dari lingkaran wanita penghibur dan menjadikan dirinya sebagai pemusik dan penari yang bebas mengabdikan dirinya untuk melesarikan seni musik dan tari klasik Korea.

Temanya sangat jelas bagaimana pada jaman Korea masa lalu, sudah ada usaha dari kerajaan-kerajaan di Korea untuk mengabadikan seni musik dalam bentuk patitur musik yang bisa dilestarikakan dan dimainkan untuk generasi-generasi Korea selanjutnya juga pelesatrian tarian-tarian klasik Korea yang masih bisa dilihat sampai saat ini.

Film ini dibintangi oleh aktris tomboy yang juga popular di film-film laga layar lebar, dan juga model: Ha Ji Won. Menurut Wikipedia cerita ini juga berdasarkan tokoh yang pernah hidup sebagai kaesang (semacam geisha di Jepang) yang hidup pada periode tahun 1520 – 1560 hampir bersamaan dengan periode Dae Jang Geum.

3. Song of The Prince, produksi SBS, Korea Selatan yang ditayangkan di Korea pada periode September 2005 s/d Maret 2006. Episodenya berjumlah 55.

Film seri ini bercerita tentang kisah cinta antara pangeran Baekje (Seo Dong) dan putri Shilla (Seon Hwa). Pada saat itu di semenanjung Korea ada tiga kerajaan yang saling bermusuhan satu sama lain. Georgeyo (Utara), Bakje (Barat Daya), dan Shilla (Tenggara). Dalam permusuhan dua negara antara Shilla dan Bakje, tentunya menarik kalau pangeran dan putrinya dipertemukan nasib justru untuk saling mencintai. Tapi disamping cerita romantis yang melatar belakangi cerita ini yang lebih menarik adalah adanya tokoh Doktor Mok Rasoo sebagai tokoh peneliti sebagai ketua lembaga penelitian kerjaan Baekje yang disebut “Taehaksa”. Pada saat itu bahkan di Korea sudah ada tradisi merekam hasil peneltian kedalam buku yang dinamakan buku “Singi”, hasil penelitian kepunyaan Baekje ini yang dalam cerita ini ingin direbut oleh kerajaan Shilla.

Temanya adalah tradisi penelitian oleh bangsa Korea yang ditunjang oleh kerajaan dengan mempunyai lembaga penelitian dan hasil penelitiannya dibukukan dalam satu buku yang bisa dipelajari dan ditambah terus menerus oleh bangsa Korea dari turun menurun. Dari kisah ini bisa disimpulkan, kenapa Korea bisa semaju ini dalam penguasaan tehnologi saat ini, karena tradisi penelitian dan pengembangan telah ada pada sejarah Korea jaman dulu, yang dibukukan dari waktu ke waktu untuk dikembangkan dari generasi ke generasi.

Cerita ini juga berdasarkan cerita sebenarnya yang ada di sejarah Korea yaitu petualangan pangeran kerajaan Baekje yang tersingkir karena adanya intrik istana dalam usahanya mendapatkan kembali kedudukannya menjadi raja, yang akhirnya berhasil menjadi raja dengan gelar Raja Mu – raja ke 30 dari kerajaan Baekje yang memerintah pada tahun 600 – 641.

Dengan melihat beberapa film Korea tersebut diatas, kita bisa menyimpulkan film seri Korea lebih kaya tema dibandingkan dengan film sejenis dari Hongkong, China, Taiwan, dan Jepang yang tema sentralnya adalah balas dendam. Bahkan dari film seri yang berlatang belakang sejarah, unsur balas dendam adalah tema sentral yang tidak bisa lepas dari film buatan Hongkong, China, Taiwan, dan Jepang.

Apa relevansi cerita saya tadi diatas dengan keadaan kita di Indonesia. Sudah sangat jelas bahwa dibidang perfilman kita bisa sangat belajar dari bangsa Korea, yang sepuluh tahun yang lalu belum apa-apa, sekarang bisa menjadi contoh kemajuan dunia perfilman di Asia, bahkan mampu bersaing dengan raksasa perfilman Asia dari Hongkong dan Taiwan.
Kesan saya pembuatan film seri TV kita sangat berkiblat kalau tidak ke India ya ke Hongkong. Temanya masih sangat terbatas pada tema percintaan remaja dan kisruh rumahtangga. Film seri TV yang berlatar belakang sejarah, lebih menonjolkan laga dan bersifat mistik, tidak bisa telihat tema yang lebih dalam, lagi pula tehnik animasinya masih sangat primitif. Padahal sudah banyak komputer multi media tiga dimensi yang canggih untuk membantu membuat animasi yang lebih halus.

Tema-tema yang saya kemukakan diatas adalah sebetulnya tema yang sangat umum dan pasti bisa digali dibumi Indonesia pada masa kerajaaan masa lalu:
1. Jamu sudah sangat dikenal di Jawa yang oleh raja-raja jaman dahulu dijadikan alat pengobatan utama. Bahkan sampai sekarang masih sangat popular sebagai pengobatan masyarakat luas di Jawa. Kenapa tidak pernah ada yang mengangkat tema Jamu dibuat jadi seri TV seperti Jewel in The Palace.
2. Tarian klasik Jawa, Bali dan dareah-daerah lain juga tema yang menarik. Kenapa tidak ada tema pencipta tari klasik dijadikan tema film seri seperti cerita Hwang Jin-i.
3. Tradisi research dan development juga pernah ada di kerajaan jaman dulu di Jawa yang bekas-nya masih ada di Jogja seperti Kota Gede yang sebagai pusat kerajian perak di jaman dulu yang tidak dikembangkan lagi. Jangan sampai Malaysia yang klaim punya kerajian perak terbaik. Kerajian perak Kota Gede lebih halus dibandingkan dengan kerajian perak di Malaysia. Kenapa tidak dibuat film seri semacam Song of the Prince.
4. Budaya keris adalah budaya pengolahan logam besi, kenapa tidak ada yang mengangkat kisah para empu dan perjuanggannya menemukan jenis logam yang paling ampuh untuk membuat keris dari waktu ke waktu. Bahkan sampai saat ini bangsa Indonesia tidak punya industri logam dasar.

Dari budaya masa lalu Indonesia, kita masih punya banyak budaya bangsa yang bisa ditonjolkan dan tidak kalah dari budaya bangsa lain. Beberapa budaya Jawa yang sudah dapat pengakuan dari International dari Unesco untuk dilestarikan: Budaya Wayang Kulit dan Keris.

Kita bisa membangun bangsa ini mulai dari budaya masa lalu yang tidak kalah dari bangsa lain manapun didunia. Yang penting kita sebagai bangsa mulai dari menghargai budaya bangsa sendiri dengan mempelajari dan mengembangkan untuk dimunculkan ke forum International. Sedikit demi sedikit pasti kepercayaan diri dari bangsa Indonesia akan muncul dan berani bersaing dengan bangsa lain dibidang apa saja dan memenangkan persaingan ini seperti masa Majapahit dulu yang punya pengaruh luas di Asia Tenggara.

Kita bisa belajar dari sukses masa lalu untuk membangun sukses masa depan. Kita tidak usah malu belajar dari bangsa Korea Selatan yang memang dari banyak bidang telah lebih maju dari kita. Mereka mencari sumber inspirasi dari kejayaan masa lalu. Kitapun punya masa lalu yang jaya dan pasti akan menjadi negara yang maju dan jaya dimasa yang akan datang setelah bisa menyelesaikan masalah-masalah bangsa saat ini sedikit demi sedikit. Barangkali setelah semua koruptor kelas kakap dihukum mati (seperti pernah terjadi di China).

17 April 2008.