SBY sebagai incumbent ternyata masih saja kurang percaya diri untuk menghadapi pemilihan langsung pilpres 2009. Dengan issue-issue basi yang sudah menjadi jamak terjadi dalam pemilu semejak era reformasi. Maka singkatan kata dari ABM (Asal Bukan Mega) ketika Megawati memenangkan partai pimpinannya. Sampai ketika menjadi incumbent dan berusaha untuk memperpanjang jabatannya yang ke dua. Kini SBY tanpa malu-malu mempersonifikasikan dirinya seperti Megawati dengan melontarkan istilah bagi dirinya sendiri ABS (Asal Bukan Susilo). Walaupun indikasi hal tersebut tidak ada, jelasnya sekedar hanya perasaan kalah sebelum bertanding merupahkan satu bentuk tidak bijaknya SBY apalagi menyeret-nyeret institusi TNI.
Apakah istilah tersebut tercetus akibat dari dipilpres nanti ada dua kandidat bekas militer? Seorang pensiunan Jendral (Wiranto) ataupun seorang pecatan Letnan Jendral(Prabowo Subiyakto) yang intens berkampanye untuk merebut kedudukannya. Mengakibatkan seorang anak bongsor seperti SBY surut nyalinya dan khawatir tidak mampu untuk mempertahankan kekuasaanya. Dimana sebenarnya hal itu adalah merupahkan sebuah pengingkaran dari tujuan awal mula dia mencalonkan presiden dahulu, hanya untuk satu kali periode jabatan.
Dengan ada calon lain dari kalangan bekas militer yang bukan hanya dirinya semata. Maka terjadilah regrouping jaringan pensiunan militer menjadi tiga kubu atau lebih dimana ketika tahun 2004 semua ada dibelakang SBY. Kemena ngan SBY di tahun 2004 tidak juga dapat dilepaskan dari jaringan bekas militer ini. Karena kita ketahui bersama militer tentakelnya hingga pelosok desa dengan Babinsanya sebagai satu contoh. Sehingga mereka dapat digerakan untuk mendukukng kesuksesan SBY menduduki kursi RI-1 meski dalam kinerja ketika menjadi menteri dapat dibilang seperti iklan Panter. Begitu pula untuk jabatannya di kursi RI-1 yang lebih banyak murkanya dibandingkan dengan prestasi kerja.
Tidak salah dan juga berlebihan bilamana Mengawati rival politik dan oposan menjuluki dirinya sebagai “penebar pesona” dan Pemerintahan Yoyo ataupun julukan lainnya. Hal yang bukan tabu dalam suatu komunikasi politik dan bukan pula wujud dari sakit hati atau dendam pribadi. Karena dengan demikian warga bisa menilai dan memberikan opininya sendiri. Apakah SBY (pemerintahanya) sudah benar mengelola Negara sesuai mandat dan amanat yang diberikan? Atau Megawati yang sekedar menumpahkan kesakitan hatinya dan dendam kepada SBY? Maka tidak perlu ada yang merasa sakit hati atau tersakiti hatinya dengan menjelekan satu pihak dan menjunjung pihak lain. Tanpa secara objective melihat pihak yang dijunjungnyapun itu lebih parah dari yang dikritiknya dalam menjalankan pemerintahan.
Bagaimana pemerintahan bisa tidak berdaya menghadapi bentuk dari kriminalitas atas nama agama untuk menindas golongan lainnya. Dan baru bereaksi dengan sangat lambat manakhala banyak masyarakat protes atas perilaku golongan tersebut. Begitupula di awal pemerintahanya ketika harga minyak dunia naik dengan panik menaikan harga domestik sehingga masyarakat bawahpun terkapar. Panik dan panik merupahkan manajemen pemerintahan SBY dikepalanya cuma ada satu hal bengkaknya subsidi dan bolongnya APBN. Untuk mengatasi hal itu, hanya ada stu cara juga cabut subsidi dan lepaskan harga ke mekanisme pasar. Akibatnya orang miskin semakin megap-megap menghadapi kenaikan harga dan biaya hidup sehari-hari. Sebagai kompensasi tengadahkan lah tangan dengan BLT maksudnya Biar Loe Tertipu bahwa pemerintah memperhatikan masyarakat miskin.
Belum lagi kalau mengingat bagaimana nama baik Negara Bangsa Indonesia dipermalukan melalui penemuan bodong seperti Blue Energy. Dimana sudah dipamerkan di konfrensi tentang perubahan iklim di Bali dan diklaim sebagai bahan bakar ramah lingkungan dibandingkan dengan fuel dari fossil. Setelah itu diikuti dengan serangkain kebodohan lain meskipun bergelar doktor dari IPB dan mempunyai para expert di bidangnya tetapi masih tetap kejeblos. Dari banyu geni hingga sampai kepada benih padi super toy meru pahkan perwujudan dari rangkaian noda untuk jabatan paling tinggi di pemerintahan.
Semua bisa terjadi akibat dan lebih tepatnya sebagai ben tuk psikologikal dari perwujudan perilaku seorang anak bongsor. Sebab psikologi dari seorang bongsor memang tidak mampu berfikir secara jernih kecuali merengek dan aleman. Selain daripada itu senang untuk menjadi pusat perhatian atau juga menarik perhatian. Maka macam-macam polah tingkahpun dilakukan demi untuk mendapatkan suatu perhatian. Dari berakting di depan juru kamera melalui mimik muka geram terhadap kasus lumpur Lapindo yang berlarut-larut. Dan memanggil pemilik perusahaan tersebut untuk menyelesaikan permasalahan di waktu itu juga. Tetapi kenyataan hasilnya seperti lumpur lembek dan cair, kasuspun berlarut-larut kembali dan akhirnya dingin.
Pada suatu kesempatan rapat kabinet dan tersorot kamera TV, ada anggota rapat berbicara sendiri-sendiri. Dengan mimik muka geram juga, ditunjuk-tunjulah anggota rapat yang sedang ngobrol itu. Tetapi memang SBY dasarnya adalah anak bongsor maka yang keluar dari mulutnya bukan menyebutkan nama mereka melainkan kata hei. Sehingga timbul sebuah pertanyaan sebagai seorang Presiden masakan tidak mengenal nama-nama dari orang-orang yang setiap saat ikut rapat kabinet denganya? Dengan anggota yang dekat dengan dirinya saja tidak kenal nama, apalagi dengan mereka yang jauh darinya (baca rakyat yang dipimpinnya). Maka petani miskin yang rumahnya di Cikeas menjadi tempat awal pencalonan dirinya dimulai adalah salah satu korban janji-janji manisnya. Hingga akhir hanyatnya petani miskin itu tidak pernah mengecap janji-janji manis yang diberikannya.
Wujud dari tebar pesona itu dapat dilihat dengan kasat mata ketika mengumumkan penurunan harga minyak. Seorang Presiden mengurusi sendiri untuk mengumumkan turunya harga minyak. Memangnya tidak mempunyai pembantu yang kompeten untuk ngomong seperi menteri pertambangan dan energi atau menteri keuangan. Kalau dikatakan seperti Yoyo juga tidak salah sebagai contoh program konversi minyak ke gas adalah program Yoyo. Mayarakat kelabakan untuk memenuhi energi kebutuhan domestiknya ketika gas belum tersedia minas sudah langka dipasaran. Sedangkan ketika gas ada hargasnyapun mencekik leher itupun tidak secara luas terdistribusi sehingga membuat susah.
Begitulah pemerintahan SBY yang lebih banyak geram dan marah tetapi tidak menyelesaikan persoalan. Dan untungnya masih terdapat menteri-menteri yang kapabel di bidangnya tanpa mesti harus nunduk-nunduk di depanya.
Anonim said:
Tinggal dilihat saja nanti siapa yang akan dipilih rakyat.
SukaSuka
Anonim said:
Dalam alam demokrasi. Semua harus lebih transparan. Siapapun harus jelas, ada kekurangannya dan ada kelebihannya. Tinggal pilih yang mana.
SukaSuka
Anonim said:
Kalau susah memilih karena tidak ada yang ideal. Ikut undian Green Card saja, terus ke Amerika, disana ada Barack Obama.
SukaSuka
Anonim said:
Konsekwensi presiden pilihan rakyat memang semua kesalahan harus ditanggung presiden yang sedang menjabat. Walaupun itu kesalahan menteri, kesalahan Pertamina tidak becus menyediakan gas, kesalahan polisi, kesalahan jaksa, semua adalah kesalahan presiden.
SukaSuka
Anonim said:
Presiden 1, proklamator, oleh MPRS diangkat menjadi presiden seumur hidup, namun jadi korban Supersemar Presiden 2, hasil Supersemar dan tumbang ditengah jalan Presiden 3, presiden pengganti karena presidennya tumbang. Presiden 4, dipilih MPR dan dilengserkan Presiden 5, presiden pengganti karena presidennya dilengserkan. Presiden 6, hasil pilihan rakyat belum menyelesaikan masa jabatan. Presiden 7, ???? Terserah pada seratus juta lebih manusia Indonesia, minus yang Golput. Apakah kelebihan dan kekurangan masing-masing?
SukaSuka
Anonim said:
Pilihan Pertama, terkesan lambat, tetapi banyak pembantunya bagus dan capable. Pilihan Kedua, pendendam, tidak punya kapasitas, pendukungnya fanatik. Pilihan Ketiga, seorang raja. Pilihan Keempat, pensiunan jendral yang bersumpah membela Soeharto. Pilihan Kelima, pernah dipecat dari jendral karena dituduh ikut menghilangkan orang. Pilihan Keenam, pensiunan menteri, dituduh terlibat demonstrasi beringas. Pilihan Ketujuh, pensiunan jendral belum punya partai. Pilihan kedelapan, Barrack Obama, imigrasi dulu ke Amerika. Pilihan Kesembilan, Golput, dia maunya yang dipilih.
SukaSuka
Anonim said:
Pilihlah Golput walaupun egois dan tidak kesatria. Coba lihat Cina dan Arab, tidak ada pemilu, tetapi ekonominya maju.
SukaSuka
Anonim said:
Banyak hal dalam pemerintahan SBY yang dianggap banyak orang sangat mengecewakan, terutama dalam hal DECISION yang harus diambil oleh pemimpin ! SBY bercitra “safety player ” yang jarang membuat keputusan, jarang “berani” memutuskan. Apalagi dalam soal yang rumit, ia tidak membuat keputusan : sama sekali tak membuat keputusan. Kita ditolong juga oleh keputusannya untuk mengangkat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang berani dan selalu memutuskan dengan tepat apa yang baik untuk Indonesia. Dalam soal SKB 3 menteri, dalam soal Ahmadiyah, dalam beberapa persoalan rumit , SBY tak berani mengambil keputusan karena “takut” berbuat kesalahan. Meskipun ada beberapa point yang tak bagus, ada pula beberapa point yang jelek. Satu hal yang bagus dari SBY ialah keinginannya untuk berbuat kebaikan, persatuan bangsa dan juga ia bukan orang yang “gila” harta : inilah kelebihan SBY. Aku pikir alangkah baiknya kalau dalam masa jabatan ke 2 ia menjadi berani membuat DECISION dengan pengalaman masa jabatan pertama. Calon lain diluar SBY kok nggak tampak yang bagus. Megawati : aku anggap kartu mati : sama sekali bukan pemimpin yang tepat dan ada suara-suara ia dikendalikan oleh suami, ini kan celaka ! Saingan Jenderal lain : terlibat masa lalu yang tercela : pelanggaran HAM serta keterlibatan pelenyapan aktivis. Jadi memang pilihan tak banyak dan sulit : SBY menduduki posisi paling atas dengan kelemahan terbesar ialah tak berani membuat DESISION , toh tetap terbaik bagi dunia usaha dan dunia Indonesia yang aman ! Salam,
SukaSuka
Anonim said:
Dalam masa-masa perubahan menuju demokrasi, rakyat masih banyak yang kebingungan, tidak stabil, orang-orang orde baru masih menguasai sebagian besar fungsi pemerintahan, bahkan pembantu terdekatpun masih seperti jaman orde baru, seperti blue energi bodong, bibit padi bodong, membuat keputusan menjadi tidak mudah. Tetapi harapan rakyat sangat besar, rakyat sudah antara hidup dan mati. Siapa pun yang jadi presiden, mudah-mudahan dapat mengambil pelajaran dari masa sebelumnya.
SukaSuka