Menarik sekali bahwa HIPMI mentargetkan untuk menciptakan 6 juta pengusaha baru. Sebagai perbandingan adalah negara Taiwan yang ditahun 1970-an merupakan negara miskin dengan sedikit industri dengan penduduk 12 juta jiwa Taiwan bermaksud membangkitkan negerinya, terutama dalam menghadapi  Cina Komunis yang berniat keras untuk mencaploknya. Untuk menghindarkan  negeri tersebut dicaplok Cina, haruslah memberdayakan ekonominya dan harus memajukan serta memakmurkan rakyatnya.

Pada tahun 1970 tersebut digairahkan bangkitnya pengusaha-pengusaha baru
dengan cara terciptanya bisnis baru setiap tahunnya. Aturan- aturan yang
berpihak kepada pengusaha diusahakan serealistis mungkin, korupsi seberapa
kecilpun dibasmi. Ada aturan bahwa pejabat pemerintah dilarang menerima
undangan makan atau lobying pengusaha di restauran. Disurat-surat kabar
diberitakan adanya beberapa pejabat yang dipecat gara-gara ditemukan sedang
makan di restauran dengan pengusaha. Jam kerja ditentukan minimum 48 jam
seminggu dan umumnya perusahaan mematok 56 jam kerja seminggu bagi
karyawannya. Seorang kawan pernah menanyakan : " Hi kawan, kalau di
Indonesia berapa jam kerja seminggunya ? " Aku menjawab : " 40 jam kerja
maksimum dengan upah minimum sekian " . Kawan menimpali : " Lho, bagaimana
pengusaha akan bersaing lawan negara maju macam Jepang ? Kami di Taiwan
dengan bekerja 56 jam kerja saja merasa jauh ketinggalan dan sulit mengejar
Jepang" , apalagi kalau cuma bekerja 40 jam kerja seminggu maksimum. Memang
berperi kemanusiaan, sayangnya dunia diatur oleh persaingan bebas, mana
yang kerjanya lebih keras dan rajin akan lebih maju.

Dengan tak ada aturan jam kerja maksimum dan tak ada aturan upah minimum,
memang dasarnya ialah kompetisi , dasarnya murni permintaan pasar. Kalau
perusahaan sulit untung yah melakukan ketentuan upah rendah sampai
perusahaan "survive", apakah tampak tak berperi kemanusiaan ? Harus diakui
memang "kejam" , tetapi disitulah sejarah bisnis Taiwan yang dikemudian
hari dikenal sebagai negeri kecil yang industri dan bisnisnya mendunia dan
banyak pengusaha menjadi kaya raya dan upah pekerjanya saat ini dikenal
sebagai upah yang masuk kategori tertinggi didunia. Kenapa bisa ? Yah
karena persaingan mendapatkan tenaga kerja dimana yang tadinya berlimpah
dan murah, karena banyaknya bisnis baru yang timbul dan banyaknya
perusahaan yang maju menyebabkan langkanya pekerja , kekurangan tenaga
kerja dan tentu saja menyebabkan sekarang giliran perusahaan bersaing
mendapatkan tenaga kerja.

Ada suatu saat pembangunan di Taiwan macet total, sebab tak ada orang
Taiwan mau bekerja dibidang konstruksi , apalagi dibidang pembangunan
konstruksi jalan raya: pembangunan macet dan UU pemakaian tenaga kerja
asing di rubah sehingga perusahaan bangunan dan konstruksi diizinkan
mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri, yang terbanyak ialah tenaga
kerja dari Thailand yang waktu itu kurang maju industrinya, kemudian tenaga
kerja dari Bangladesh dan Indonesia serta Malaysia. Dengan impor tenaga
kerja barulah mampu dibangun jalan-jalan raya, pembangunan gedung-gedung
dan perumahan. Rakyat Taiwan benar-benar menikmati persaingan perusahaan
untuk mendapatkan tenaga kerja dan tentu saja berlomba memberikan kondisi
kerja dan upah yang saling bersaing. Dan jam kerja mulai menuju jam kerja
yang "berperi kemanusiaan " dengan tak ada lagi jam kerja 56 jam kerja
perminggu.

Sebagai gambaran tahun 1970-an, di Taiwan tercipta 40.000 bisnis baru,
demikian setiap tahunnya. Berarti dalam 10 tahun tercipta 400.000 bisnis
baru. Berapa bisnis yang "survive " atau " berhasil hidup " setiap tahunnya
? Statistik menunjukkan bahwa 25 % dari bisnis baru berhasil lulus ujian
dan 75 % gagal hidup alias bangkrut dan mati. Bagi pengusaha berlaku bahwa
kegagalan adalah sukses yang tertunda, mereka akan berusaha mengumpulkan
modal lagi dan kemudian membentuk bisnis, demikian perjuangan keras …..
ada pengusaha yang sudah 3 atau 4 kali berusaha mendirikan usaha dan
kemudian baru berhasil. Memang mendirikan suatu bisnis sangat sulit dan
penuh perjuangan, inilah yang kita harapkan dari keingingan HIPMI agar
dunia usaha Indonesia akan bergemerlapan. Dunia bisnis memang "kejam" dan
sangat ketat persaingannya, apalagi di Indonesia dimana Hukum masih lemah,
pejabat masih banyak yang mencari rezeki dengan "memeras". Aturan-aturan
masih mungkin ditafsirkan secara seenaknya saja hanya untuk mencari rezeki
bagi penguasa. Izin diperjual belikan dan banyak kelemahan lainnya yang
harus dipangkas.

Tak ada alternatip lain bagi bangsa Indonesia selain dukungan kepada
bangkitnya pengusaha baru dan bangkitnya dunia bisnis dinegeri ini akan
menciptakan lapangan kerja baru. Jadi tentu saja harapan dalam 5 tahun atau
10 tahun kedepan mampu terbentuk pengusaha baru yang jumlahnya bukan
main-main : 6 juta, bandingkan dengan Taiwan yang menciptakan 400.000
pengusaha baru dan yang "survive " cuma 100.000 dalam 10 tahun.