Tulislah "Presiden Soeharto", jangan "Rezim Militer Soeharto"!
Suatu hari saya diberi kesempatan untuk datang menemui Bang Ali Sadikin di rumahnya.Ini berkait dengan permohonan saya agar beliau bersedia memberikan Kata Sambutan pada naskah buku saya berjudul KORUPSI SEJARAH. Kedatangan saya ditemani istri saya dan Bung Witarjono, putra Pak Setiadi Reksoprodjo, seorang menteri yang dijebloskan ke penjara pada zaman Orde Baru.
Bung Witarjono ini juga aktif membantu memperjuangkan nasib para korban Orde Baru di lingkungan
TNI/Polri. Kalau tidak salah, Bung Witarjono sekarang aktif di Partai Demokrasi
Pembaruan (PDP). Rupanya Bang Ali Sadikin sebelum membuat Kata Sambutan membaca
dengan teliti sampai baris demi baris naskah buku saya yang cukup tebal itu.
Saya lihat ada kata-kata yang diberi garis merah. Setelah berbincang, Bang Ali
mengatakan: "Naskah buku saudara saya sambut baik karena isinya banyak yang
belum pernah ditulis orang lain di seputar G-30-S. Termasuk perjuangan KKO (kini
Marinir) dalam menyelamatkan Bung Karno mengungsi malam-malam dari Istana
Merdeka ke Istana Bogor lewat Depok agar tidak kepergok RPKAD (sekarang
KOPASUS).Tetapi kemudian Bang Ali mengingatkan agar dalam meyebut nama Soeharto,
pakai saja sebutan resmi sesuai dengan jabatannya pada waktu itu, yakni Presiden
Soeharto. Tak usah ditambah "diktator", "algojo", "rezim" segala. Kata Bang Ali
lagi: "kita harus tetap menghargai dan mencintai Pak Harto, apa pun kesalahan
yang telah diperbuat". Malah dengan sedikit marah Bang Ali berkata kepada saya:
"Kalau Soeharto itu rezim karena dia militer, lha saya kan juga militer. Saya
tidak mau disebut rezim."

Ringkas kata saya berterima kasih atas koreksinya. Sampai di rumah, segera saya
koreksi naskah buku saya itu dan semua kata-kata "rezim" "diktator" "algojo"
saya hapus, dan saya ganti dengan "Presiden Soeharto". Saya melaksanakan saran
Bang Ali bukan karena takut. Tetapi seperti disadarkan bahwa sebagai seorang
penulis buku sebaiknya harus netral dan tidak menyudutkan (memvonis) sementara
pihak. Karena itu saya amat berterima kasih pada Bang Ali, karena beliau telah
memberikan pelajaran yang baik, bagaimana menulis buku berkait dengan peranan
seorang tokoh. Ternyata Bang Ali lebih paham etika untuk menjadi penulis
daripada saya yang mengaku penulis hanya karena telah menulis puluhan buku.
Sayang beliau sudah pergi, saya tidak tahu ke alamat mana harus menyampaikan
rasa terima kasih ini. Dengan nasehat kepada saya itu, saya semakin kagum,
karena Ali Sadikin rupanya negarawan berjiwa besar. Meskipun pernah disakiti Pak
Harto, tapi tidak mendendam dan tetap menghormatinya sebagai seorang
presiden.Kalau tidak salah ketika Pak Harto wafat pun Bang Ali juga datang.

Bang Ali, selamat jalan, maafkan saya. Buku KORUPSI SEJARAH ternyata cukup laris
di pasaran. Dan ini tentu tak terlepas dari Kata Sambutan yang ditulisnya.
Sekali lagi terima kasih.

Salam dari dunia fana,
HD. Haryo Sasongko