26 Maret, 2007 3/25/2007 11:15 PM

Dalam tulisan saya mengenai orang yang tua sekali, saya selalu menulis dan mengesankan mengangkat topi, istilah yang sudah lama tidak terlalu dipergunakan orang untuk memperlihatkan menaruh hormat kepada seseorang lain.

Pada suatu siang hari, kira-kira pada bulan Nopember 2006 yang lalu, saya duduk disebuah bangku didepan supermarket berukuran sedang bernama Valu Market, yang terletak di gedung Manulife, di sekitar perempatan Bloor Street West dan Bay Street, salah satu bagian downtown Toronto. Saya tidak ikut menemani belanja karena saya merasa capai sekali setelah berjalan kaki selama lebih empat puluh lima menit non stop. Ketika itu saya duduk di sebuah bangku panjang untuk dua orang, seorang lady yang sudah berumur lanjut, agak cepat melangkahnya dan langsung duduk disebelah saya. Dia menggumamkan sesuatu, akan tetapi saya tidak begitu paham apa yang dikatakannya. Karena saya diam saja dia sedikit melirik kebawah kearah saya, karena badannya jauh lebih tinggi dari badan saya. Ah, untuk basa basi saya tanya kepadanya; “You’re tired?” Dia menjawab: “Like I’ve just said, I was out of breath !!” (Seperti saya katakan baru saja, saya kehabisan napas !! )

“Really?” kata saya berbasa basi lagi, dan akhirnya rupanya dia sadar bahwa saya bukan asli Toronto, sambil mengamati muka saya: “Anda asal dari mana?”

Saya jawab dari Indonesia, kepalanya mendongak sedikit dan mengangguk-angguk. Wah apa pula ini …

Yang ada dalam benak saya sudah curiga saja, dia ini mau mengeluarkan sesuatu komentar negative mengenai negara saya. Ternyata saya salah sangka besar, karena dia berkata: “Oh, that is a long way from here”

Saya jawab: “You are right. It it twelve different Time Zone away” . Dia tertawa lepas dengan suaranya yang masih kedengaran utuh mengingat usianya. Sampailah saya kepada hal yang paling crucial, ingin tanya tetapi takut tidak sopan, jadi saya bilang istri saya sedang didalam dan saya juga kecapaian jadi duduk saja disini, kita sama-sama capai dan ……… saya beranikan bertanya: “ … and if I may, how old are you now, this year, Mam ?” Dengan senyum sedikit menggoda dia jawab: “ Guess! ” Bagaimana sih ibu ini, ditanya malah disuruh menebak.

Saya pandang baik-baik wajahnya dan saya jawab dengan suara lirih dan sedikit ragu: “Seventy three?” . Uuwaahhh! Tertawanya kali ini lebih seru! Sambil tidak berhenti dari tertawanya dia menjawab: “Thank you !!! You just gave me a big discount! Around ten percent! Thank you again …” Sementara itu kelihatan istri saya sudah selesai belanja dan datang mendekat. Saya tunjuk arah ke istri saya dan mengatakan kepadanya: “Meet my wife …”

Dia mengulurkan tangan kanannya kepada istri saya, sambil mengatakan “Hi”.

Dia berjabatan tangan sambil berdiri ingin memberikan tempat duduknya kepada istri saya. Istri saya menolak dan mengatakan tidak usah karena sedang mengatur barang-barang belanjaannya dari trolley supermarket kedalam kantong kain.

Seperti biasa istri saya selalu membawa kantong kain yang dibawanya dari rumah, telah digulung rapi didalam tasnya, yang telah siap pakai.

Saya tanya nyonya dulu bekerja dimana kok usianya bisa mencapai delapan puluh satu tahun?

Orangnya tinggi dan besar dan masih “gagah perkasa”.

Dia dulu adalah airline stewardess dan setelah berusia empat puluh lima tahun dia pindah bekerja sebagai pegawai darat, di sebuah perusahaan travel bureau. Saya tanya pernah terbang keluar negeri kemana, dia bilang dia hanya bertugas didalam Kanada saja selama menjadi Air Hostess itu, dan pernah terbang beberapa kali ke Israel.

Sementara istri saya sudah siap dengan barang belanjaannya, saya berdiri dan mau pergi meninggalkannya. Setelah saying ‘Bye Now’ , dia masih sempat dengan suara lirih berkata kepada istri saya: “ It was great talking to your husband and I entertain myself talking to a young man!! ” Oh, dasar nyonya yang kocak dan lucu.

Aku ini dikatakan sebagai a young man padahal umurku hampir 69 tahun. Tentu saja saya ini bagi dia, yang tidak saja badannya tinggi tetapi umurnyapun sudah tinggi sekali – tidak lain tidak bukan – memang seorang muda ! Kita berpisah sambil tersenyum semuanya.

Yang berikut ini terjadi pada tanggal 24 Maret hari Sabtu siang hari. Saya berdua istri naik subway dari Rosedale ke Union Station dan berganti naik Streetcar ke arah Spadina / Dundas, alias China Town. Saya suka makan disana, masakan China. Cita rasa yang cocok, serasa berada di Hong Kong atau Singapura saja.

Ada nasi gurih seperti yang terkenal di Indonesia dengan hidangan bernama Nasi Ayam Hainan. Tetapi saya yang suka di China Town ini adalah Ayam atau Bebek Kecap, yang mereka sebut dengan Chicken Soya dan Soya Duck, entah mana yang benar kata soyanya didepan atau dibelakang. Pokoknya disini sering berbahasa Tarzan, karena bahasa Inggris mereka logat China dan saya secara ugal-ugalan sering bahasa Jawa Timuran saja. Saya puas ngomel, atau sedikit gemes karena tidak pandai mengungkapkan maksud saya, coro Suroboyoan saja. Kapokmu kapan, kata saya. Dalam hati, tentu. Toh dia tidak mengerti omong saya. Yang penting, pilih makanan benar. Jadi dia tidak akan salah menghidangkan masakan daging babi kepada saya dan istri. Restoran langganan saya ini kelihatannya international juga pengunjungnya. Memang pengunjung mayoritas: mereka yang asal China dan yang banyak juga yang lain adalah orang kaukasian kulit putih, baik orang Amerika atau Eropa, ada yang berkeluarga dengan yang asal China, makan bersama keluarganya. Orang hitam sedikit sekali. Orang Arab tidak ada yang datang. Yang juga tidak kelihatan adalah orang Yahudi atau malah orang Indonesia sendiri kecuali saya dan istri. Orang Philippina banyak juga.

Saya kesini mungkin sudah ketujuh kalinya. Sudah makan Kare Daging, Kare Ayam, ini gaya kare asal India yang tajam rasanya. Nasinya juga agak keras seperti nasi di warung-warung di Kalimantan. Ada juga jerohan sapi, juga bumbu kecap, terdiri dari babat, paru dan limpa, serta urat yang lunak.

Buat saya, ini makanan kesukaan saya sejak lama, sejak dari Indonesia, tetapi tidak berlebihan makannya, bukan setiap hari, bukan setiap minggu. Buktinya sampai umur sekian ini saya masih mempunyai kadar cholesterol yang seimbang dan Total Cholesterol saya cuma dibawah 200, sering sekali sekitar 183. Tri Clyceride saya juga dibawah batas serta tekanan darah saya 80 dan 120.

Okay kan?

Mau tahu rahasianya?

Olah raga jalan kaki yang banyak dan makan makanan kesukaan secukupnya dan tidak bersikap terlalu gemar, biasa saja.

Tidak usah pesan minuman direstoran ini, karena mereka selalu meyediakan gratis sepoci teh panas atau dituangi oleh pelayan yang berkeliling dan ditugaskan untuk itu. Sering kita membawa pulang dan membawa sisa yang tidak bisa kita masukkan kedalam piring makan kita. Maka dari tempat/piring hidangan ditengah, kita bungkus kedalam tempat yang disediakan gratis berupa kotak styrofoam yang rapi dan bersih.

Selesai makan kali ini, sengaja saya tidak mau kekenyangan, menahan diri, toh yang tidak dimakan bisa kita bungkus dan tidak mubazir karenanya.

Dengan keadaan perut sudah berisi begini, saya minta dan ajak istri saya berjalan kaki dari Spadina melalui Dundas menuju arah City Hall daerah sekitar Eaton, sebuah mall besar sekali, sedikit lebih kecil dari Plaza Senayan yang lama. Jarak tempuh mungkin sekitar tiga kilometer.

Kita berjalan dengan langkah mantap dan tetap. Hal ini karena mengingat nasihat dokter kami, Dr. Louie Mavrogiannis dengan sederet gelarnya PhD, MD, CCFP, Family Physician, entah apa saja artinya itu. Orangnya tampan dan gagah tinggi, sabar dan suka menerangkan dengan jelas, sejelas-jelasnya. Dia menganjurkan kita untuk berjalan kaki, agar tidak lenggang kangkung, tetapi sampai bisa mendengar napas sendiri, ngos-ngosan. Satu hari, setiap hari makanlah yang full colour, katanya. Yang warnanya putih, seperti pasta, nasi dan roti serta lainnya yang berwarna terang, dihindari sebisa mungkin. Makan daging boleh, makan daging ayam boleh dan makan ikan juga boleh, akan tetapi besarnya selebar telapak tangan tanpa jari jari yang lima buah!! Sayur? Ini yang dianjurkan. Ambillah sayur dengan dua cengkeraman besar kedua tanganmu, kiri dan kanan. Kalau bisa lebih, boleh juga, katanya. Tidak lupa ditambahkannya sekali lagi: “Do not ever, ever forget: Colourful !! All vegs (yang dimaksudkan vegetable) must be colouful !!” 

Dr. Mavrogiannis ini kelihatannya orang Yunani dan kalau saya tidak salah pertama kali melihat dia itu, saya teringat kepada dua orang bintang film terkenal. Dia ini (sering pakai blue Jean saja), adalah gabungan Rock Hudson dan Gearge Clooney. Tampan dan gagah !!

Nah akhirnya saya seperti biasanya yang capai duluan, adapun istri saya masih normal normal saja. Saya ngotot juga mencari tempat duduk. Didalam Palza yang besar ini ada lobby yang cukup luas dan kita mendapat tempat untuk duduk diatas sofa berwarna hitam, di dekat pintu masuk dekat Yonge Street. 

Sewaktu sedang duduk ini saya diujung kiri dan istri saya duduk kearah dalam Plaza, tiba-tiba listrik mati. Kaget sekali kita karena ini baru pertama kali kita mengalaminya selama hampir satu tahun lamanya tinggal di Toronto. Terdengar seruan serentak seluruh pengunjung yang ratusan, sebuah paduan suara: “Huuuuuu … ” Saya menengok kearah kanan memandangi orang yang sedang takjub dengan kejadian seperti ini. Lama juga sekitar lima menit atau lebih, tidak kunjung menyala juga listriknya. Kemudian sekali, pada keesokan harinya, baru kita ketahui bahwa pemadaman listrik dilakukan sengaja, karena ada sebuah trafo untuk daerah itu sedang terbakar dan tidak mungkin untuk dipadamkan karena listrik masih mengalir, berbahaya untuk disiram.

Nah, pada beberapa saat kemudian saya melihat seorang laki-laki sudah tua, berbadan kecil sekitar 160 cm. tinggi badannya, bergegas mendekati bangku dimana kita sedang duduk.

Cepat juga langkahnya, mungkin karena lekas ingin duduk. Saya beri tanda istri saya mendekat kearah saya, agar ‘that gentleman’ bisa duduk. Benar saja, dia melihat istri saya bergeser sambil mengangkat tasnya, orang itu berujar: “Thank You”, dan cepat sekali duduk.

Sambil merasakan kelegaannya dia dapat duduk, saya berbasa-basi seperti saya lakukan pada awal tulisan ini dengan the tall lady, bertanya seperti dulu juga akhirnya: “How Old are you, Sir? ”

Gesit sekali dia jawab: “Eighty Nine”

Terperanjat saya mendengar jawabannya, masa iya?, kata saya dalam hati.

“Eighty n i n e ??”

“Yeah !! I am that old”

“But you don’t look like that old” Kata saya.

“My wife died four years ago. She was my guardian angel”

“Yes, I believe you are right”

“You know , we never have an argument”

“Is that a fact ? ” Saya tanya kembali.

“Yeah, yeah. You want the secret ? ” Dia menawarkan.

“Of course I want to hear about it”

“Whenever I come to talk about anything with her serious and saw that I could not win, I stay put and be quiet, not a word!!”

Saya minta sekali lagi dia mengulang kata-katanya dan kali ini saya tidak dapat menahan diri untuk tidak tergelak. Karena logatnya dan cara bicaranya, istri saya kurang menangkap artinya. Sambil mendengarkan dengan baik-baik apa yang dikatakannya untuk kedua kalinya saya harus mengatakan artinya dalam bahasa Indonesia kepada istri, bekas tentara ini tetap saja nyerocos. Kata-katanya berbunyi rigan dan masih selalu tersedia ribuan kata lagi dari dalam dadanya melalui mulutnya.

Atas pertanyaan saya “What were you when you were young?” Dia jawab bahwa dia dulu tentara. Saya tanya apa pernah pergi perang, dia bilang pernah di Inggris dan pergi berperang melawan Jerman di Jerman. Kelihatannya dia bangga sekali dengan masa mudanya itu dan menambahkan: “I was big and was one hundred and eighty pounder” Waduh, itu kan lebih dari delapan puluh kilogram, apa benar jadi sekecil ini? Ah, biar saja, kata batin saya: apa memangnya harus saya pikirkan? Dia bilang dia sedih sekali karena negara besar seperti ini, masih ada banyak orang yang melarat. Pejabat Negaranya ada yang dinaikkan gajinya duapuluh lima ribu Canadian Dollar setahun, tetapi apa yang diterima rakyatnya? Nothing ! Dia mensitir berita koran yang menyatakan penolakan pemerintah Kanada terhadap kenaikan upah minimum Ontario dari Can. Dollar 8 lebih menjadi Can. Dollar 10 satu jam. Wah bicara seperti ini bisa berlarut-larut nanti kalau tidak dicari akal untuk menghentikannya.

Eh dia belum selesai juga.

Sambil menunjuk tiga orang hitam yang dari tadi berdiri didepan tempat duduk kita, yang kelihatannya ras asal Timur Tengah. Dia melanjutkan celotehnya:

“A big and rich country like this and the Government made a big mistake! ”

Waduh, apa lagi ini?

Dia melanjutkan menjawab pertanyaan saya : salah apa ?

Mendatangkan orang-orang seperti itu, sambil menunjuk ketiga orang tadi. Setelah menunjuk, mungkin dia baru agak sadar sambil melihat muka saya.

Dia melanjutkannya sambil melakukan koreksi: “No offense!! You, like you, it is allright with your wife here! You are OK!” Sudah lah saya tidak tanya lebih lanjut takut kebabalasan, mana listrik mati, apalagi sudah mulai hilang sinar matahari karena mendung.

Saya lihat dia minggir lagi melihat ada orang yang ingin duduk didekat sebelah yang paling jauh dari saya. Kesempatan bagus ini! Saya berdiri dan istri saya juga berdiri serta pamit.

Saya bilang : “Nice talking to you”

Eh dia malah mau ikut berdiri, kalau dituruti nanti kita bisa bicara lagi lebih panjang … Saya beranjak dan melambaikan tangan secepatnya. Akhirnya dia mengajak berjabat tangan.

Begitulah kedua orang yang amat senior ini saya temui dengan kekuatan sendiri, tanpa alat bantu, berjalan-jalan jauh dari rumahnya. Tidak naik mobil atau taksi, seperti saya dan istri saya. Akhirnya kita pulang dari sini kerumah dengan jalan kaki juga yang mungkin jaraknya ada sekitar lima kilo meteran. Senang hati saya, bisa membakar kalorio lagi dan tidak mengkawatirkan Cholesterol dan Triglyceride dan segala macam karisauan yang negative untuk diri saya