Buat yang demen cerita-cerita "spy" ada kisah menarik dari 'James Bond Chung-kuo' Xiung Shianghui :

Musuh dalam selimut

Review buku Otobiografi Diplomat China : Xiung Shianghui.

Sumber :
熊向晖, "我的情报与外交生涯" – (增订新版), My Intelligence and Diplomatic Career (otobiografi), Beijing, 1998, ISBN :7-80199-416-7

Kemampuan menyamar adalah keahlian pokok dari seorang musuh yang sejati. Kita mengenal agen-agen rahasia MI-6, Mossad, CIA, KGB dll. yang memiliki orang-orang yang terlatih dan mampu menyamar, memiliki 1000 wajah dan macam-macam keahlian untuk kepentingan suatu operasi rahasia. Barangkali orang mengira, spy yang hebat itu model James Bond atau Sydney Bristow atau Ethan Hunt seperti di film-film. Mereka bisa menjadi apa saja, sangat pintar, cekatan dan terlatih, barangkali memang begitulah kehebatan mereka, kecuali kemasan glamournya yang belum tentu menjadi "keharusan" dalam setiap aksi spionase, sebagaimana di film.

Dalam kehidupan nyata, dan sejarah mencatatnya. Kita mengenal beberapa nama "spy" dan tentu saja yang cukup terkenal adalah Eli Cohen (1924-1965), agen Mossad yang ditugaskan ke Syria. Seorang Yahudi tulen kelahiran Mesir ini menjadi seorang "Arab tulen" ia menjalankan tugasnya dengan sangat baik, hingga mencapai kedudukan yang setara dengan "Deputy Minister of Defense". Tak ada yang mengira Eli Cohen alias "Kamel Amin Tsa'abet" ini sebenarnya adalah mata-mata Israel. Kedudukan dalam politik di negara musuh yang cukup tinggi dan jabatan yang berpengaruh di pemerintahan ini memungkinkan Eli Cohen mengetahui segala seluk-beluk pertahanan dan strategi politik musuh Israel yang terbesar kala itu. Namun akhirnya aksinya ini tercium, kedoknya terbuka, ia harus dihukum mati di tiang-gantung di pusat kota. Namun hasil kerjanya tak sia-sia, karena memberikan andil yang cukup besar pada perang 6 hari di tahun 1967 dan perang itu dimenangkan oleh Israel.

Klik di gambar untuk memperbesar ukuran.

Xiung Sianghui (熊向晖 ; 1919-2005) adalah seorang spy yang handal, walau kurang dikenal (tidak seterkenal Eli Cohen). Xiung muda pada tahun 1936 ia lulus dari Universitas Qing Hua Beijing dan masuk ke sekolah militer elit Huang Pu. Pada tahun 1937 ia bekerja dibawah komando kantor Zhou Enlai yang kemudian menjadi Perdana Menteri China. Sebagai seorang tentara ia aktif ikut berperang melawan invasi Jepang di China. Kemudian Xiung ditugaskan untuk masuk ke kubu Partai Kuo Min Tang (Partai Nasionalis, disingkat KMT), musuh terbesar Partai Kung Chan Tang (Partai Komunis). Dia disukai Jendral Besar Hu Chungnan dan bertugas sebagai sekretaris pemegang dokumen rahasia militer. Jendral ini dekat dengan Chiang Kaisek. Selepas invasi Jepang terjadi perang saudara antara kubu Partai Komunis dan KMT, setiap terjadi perang antara keduanya Xiung membocorkan rahasia, dan dia bisa mengatur setiap kekalahan yang diderita KMT ada orang-orang lain dari kubu KMT yang dipersalahkan dan ditembak mati. Dengan demikian Xiung melakukan double-action, membocorkan rahasia sekaligus mengurangi orang-orang di kubu KMT.

Demikian Xiung bekerja dibawah naungan KMT sekaligus menjadi informan untuk Partai Komunis. Ketika Xiung menikah, yang menjadi walinya adalah Chiang Chingkuo (anak sulung Chiang Kai Sek) menandakan posisi Xiung ini adalah seorang 'insider' di KMT. Chiang Chingkuo pernah menitipkan sebuah dokumen rahasia yang berisi peta dan rencana penyerangan terhadap Komunis, segara Xiung menyalinnya dan mengirimkannya ke Partai Komunis. Serangan balik dari Partai Komunis membuat KMT lumpuh di beberapa daerah kekuasaannya dulu. Ada yang membuat Xiung semakin bersemangat untuk membela Partai Komunis, karena rasa nasionalisme , saat itu KMT menggunakan kekuatan Japan (yang menjajah China) untuk menyerang Partai Komunis.
Ketika Chiang Kai Sek dan KMT-nya menderita kekalahan di daratan China dan lari ke Taiwan, Xiung Sianghui tetap tinggal di China. Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai "mata-mata" untuk Partai Komunis.

Xiung, sebelum kemerdekaan China komunis, pada bulan Juli 1947 dikirim oleh Jend. Hu Chungnan untuk berangkat sekolah ke Amerika Serikat di Michigan, dia mengambil S2 dengan beasiswa di WESTERN RESERVE University, dia mengambil Ilmu Kemasyarakatan. Ia berangkat atas nama partai KMT yang nasionalis (padahal ia komunis). Tentu saja hal ini disambut baik oleh kubu Komunis, karena si "tikus-pengintai" dapat dengan lenggang dan aman masuk ke Amerika Serikat atas sponsor KMT. Di Amerika ia belajar banyak dan menyelesaikan studinya dengan baik, lulus pada 23 April 1949. Oleh Partai Komunis ia ditempatkan ke kota Nanjing karena pada saat itu kota ini bebas dari pasukan Chiang Kai Sek, yang terpukul mundur oleh Partai Komunis. Sebelumnya dia kerja beberapa bulan sebagai pelayan dan pencuci piring, untuk dapatkan biaya tiket kapal pulang ke China via Hongkong, di Hongkong selama dua minggu lebih dia tidak dapat kontak dengan orang Partai Komunis, setelah dia menjual hartanya (jual mesin tik dan buku-bukunya) pada saat hampir habis uangnya dia baru ketemu penghubung yang menginfokan dia untuk pergi ke kota Tienjing, namun masih dengan uang sendiri dia naik kapal laut ke Tienjing, dijanjikan akan dijemput, tapi tidak ada orang di pelabuhan.(belakangan baru diketahui infonya salah nama kapal,dia naik "hu bei", yang jemput tunggu "hu nan",) ini adalah penyakit dalam komunikasi.

Pada tahun 1950-an setelah China merdeka, ada delegasi dari Taiwan datang bertemu PM Zhou, saat itu Zhou mempertemukan Xiung dengan delegasi tersebut,yang mana orang-orangnya adalah teman kerja Xiung saat di bawah jendral Hu Chungnan. Dan tentu saja delegasi Taiwan ini sangat kaget. Disitu PM Zhou menjelaskan, bahwa penempatan Xiung di pasukan Jend. Hu Chungnan adalah untuk membantu Jend. Hu melawan agresi Jepang, karena ternyata Chiang Kaisek tidak melawan agresi Jepang malah membuat perang saudara, maka Xiung ditugaskan jadi intel. Setelah pertemuan ini Xiung ditarik dari kerja 'bawah tanah' menjadi diplomatik terang. Pengungkapan bahwa Xiung adalah seorang 'kiriman' dari Partai Komunis kepada KMT tentu membuat KMT shock.

China masih mempunyai intel-intel lain di Taiwan. Salah satu aksi besar intelijen China pada masa itu adalah bagaimana China ini bisa mempunyai informasi dan data-data yang lengkap akan percobaan pembunuhan kepada PM Zhou Enlai pada perjalanan menuju Konferensi Asia Afrika (AA) yang pertama, atas perintah Chiang Kaisek pada tahun 1955. Dalam buku otobiografi Xiung ini tidak diceritakan secara detail, siapa-siapa kemudian yang "bekerja dibawah tanah" untuk membocorkan rencana asasination ini, barangkali saat buku ini ditulis, orang-orangnya masih hidup dan mempunyai keluarga, tentu saja ini membahayakan. Namun memang sejarah mencatat bahwa Intel Taiwan dan CIA menyabot pesawat yang akan ditumpangi PM Zhou pergi ke Jakarta untuk Konferensi Asia Afrika di Bandung. Karena dukungan China atas konferensi AA menjadi ancaman bagi Amerika Serikat.

Pesawat Kashmir Prince milik India yang dicarter untu ditumpangi oleh PM Zhou itu kemudian meledak tanggal 11 April 1955 di atas Selat Karimata dekat Kepulauan Natuna. Yang meninggal termasuk pilot, pramugari, 3 wartawan Austria, Polandia, Vietnam Utara, 6 wartawan China dan 5 pejabat China. Pesawat Kashmir Prince itu route terbangnya Bombai-Hongkong, pesawat ini memiliki empat mesin, mampu terbang 8 jam non-stop. Pesawat ini dicarter oleh pemerintah China untuk mengangkut PM Zhou dan staff untuk perjalanan menuju Konferensi AA di Indonesia. Waktu itu China belum memiliki pesawat seperti ini, sehingga harus carter. Atas gagalnya peledakan pesawat ini pemerintah Inggris sebagai penguasa teritori Hongkong turut dipersalahkan. Waktu itu tidak ada yang mengetahui keberadaan PM Zhou karena polisi rahasia China telah mengetahui akan ada percobaan pembunuhan PM Zhou oleh CIA dan Intel Taiwan. Namun setelah lewat komunikasi terakhir antara menara Bandara Kemayoran dengan pilot pesawat naas tersebut, diketahui bahwa PM Zhou tidak berada di atas pesawat. Barang bukti roda pesawat naas itu masih disimpan di Museum Polisi Indonesia.

Kemudian PM Zhou yang seharusnya berangkat dari Beijing dengan pesawat carteran dari India itu mengalihkan rute perjalanannya tidak langsung menuju ke Jakarta, tetapi ia menumpang pesawat lainnya, juga sewaan dari India ke Burma dulu, baru bertolak ke Jakarta dari Rangoon bersama PM India dan PM Burma beberapa hari kemudian. Andai saja PM Zhou benar tewas saat itu, akan menjadi pukulan besar bagi China dan peserta konferensi AA saat itu. Namun sejarah tidak berjalan demikian.

Xiung adalah seorang pilihan, dalam perekrutannya dulu, Zhou Enlai hanya mewawancarainya selama 15 menit, dan ia dipilih menjadi tentara rahasia. Barangkali sesuai nama yang dimilikinya yaitu 熊向晖 ; aksara "向 – siang" harfiah, menghadap – dan aksara "晖 – hui" bersinar, namun kata sinar disini dengan huruf yang khusus, yang terdiri dari aksara '日 – matahari' dan '军 – tentara', jadi kira-kira maknanya : sinar /cahayanya tentara yang mencerminkan kebanggaan tentara atau arti lain yang tidak jauh-jauh dari makna ini. Makanya, he certainly was a natural-born warrior. (catatan : huruf '晖' ini jarang dipakai oleh orang Chinese di Asia Tenggara sebagai nama; yang biasa adalah '光 – kuang' atau '亮 – liang')

Demikian Xiung menjadi orang penting dalam dunia diplomatik pemerintah China. Tahun 1964 ia turut bersama PM Zhou datang pada konferensi AA yang kedua. Tahun 1969 ia mengatur persiapan hubungan China dan Amerika Serikat. Tahun 1971 ia mengatur diplomasi Ping-Pong, tahun 1972 ia mengatur pertemuan antara Mao Tsetung dan Presiden Nixon. Kemampuannya dalam hubungan diplomatik internasional ini tentu juga banyak didapatkan ketika ia 'disekolahkan' KMT ke Universitas di Amerika Serikat, sehingga ia paham dan mengerti sosial budaya dari pihak "kapitalis" seperti Amerika Serikat. Dan seterusnya ia menjadi salah-satu diplomat handal yang dimiliki China dan ia meninggal secara wajar dalam usia tuanya.

Contoh diatas menunjuk bahwa baik Eli Cohen maupun Xiung Sianghui masuk ke daerah operasi. Dan mereka menyamar sampai mendapatkan posisi yang penting di daerah operasi. Mereka disukai, menjadi orang-orang kepercayaan sehingga mereka menguasai semua akses daerah operasi dengan posisi yang diraihnya. Masih ada banyak kejadian menarik yan ditulis dalam buku yang ditulis Xiung ini. Dalam buku tsb tidak menyinggung faham-faham komunisme, tetapi sebuah catatan kisah perjuangan seorang anak negeri yang cinta mati kepada bangsanya. Dan buku dia ini ternyata diwajibkan untuk dibaca oleh orang-orang intel Taiwan, yang senior dan juga yang dalam masa pendidikan, sebagai bahan sekolah secara ilmu terbalikan dalam intelijen, juga sebagai pengalaman yang tidak boleh terulang.

Blessings,
Bagus Pramono
February 9, 2006