Saya benar-benar merasa memperoleh perluasan wawasan setelah membaca berbagai artikel pada bundel FOKUS harian ini mulai dari halaman 51 sampai dengan 61. Berbagai aspek telah dikemukan oleh mereka yang dipandang berpengetahuan atau yang terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas di bidangnya masing-masing yang ada kaitan dan hubungannya dengan substansi yang diatur dalam RUU APP ini.Semakin mendalam dibahas ternyata semakin jelas kerancuan dan sempitnya cara berpikir dari penggagas rancangan undang-undang ini. Tidak heran bila terdapat pihak yang mengatakan bahwa segala usaha untuk memberlakukan Undang-Undang ini lebih bertujuan politis praktis daripada tujuan untuk memperbaiki moral seksualitas itu sendiri – yang notabene memang tidak mungkin diciptakan melalui suatu undang-undang. Indikasi ke arah kegiatan mendahului "mencuri start Pemilu 2009" juga diakui secara tidak langsung oleh salah seorang anggota partisan politik tertentu dengan berhasil diloloskannya Perda No.28 Tahun 2005 Pemkot Tangerang.

Taktis yang dipakai lazimnya ialah loloskan dahulu peraturannya dan segala hal lain urusan belakang dan dipikirkan kemudian saja. Janjikan saja akan diadakan perbaikan atau koreksi bila diperlukan tetapi yang penting diberlakukan terlebih dahulu supaya dapat dioperasionalkan. Kita semua tahu bahwa untuk mencabut suatu Undang-undang atau Peraturan yang sudah berlaku sah praktis akan jauh lebih sukar lagi. Selalu ada pihak yang melontarkan argumen bahwa Peraturan tersebut ternyata masih sangat bermanfaat bagi masyarakat dan karena itu tidak perlu dicabut. Contoh konkrit ialah SK-2 Menteri tentang tatacara pendirian rumah ibadah dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Boro-boro bakal dicabut atau direvisi supaya bersifat imparsial.

Sekda Pemkot Tangerang jelas-jelas mengatakan secara eksplisit bahwa para turis asing pun akan ditangkap atas dasar Perda No.8/2005 apabila kedapatan berciuman di terminal Soekarno-Hatta Cengkareng. Bukan main hebatnya! Dan hal ini merupakan promosi luar biasa untuk peningkatan pariwisata di negeri ini. Apalagi kalau sampai RUU APP juga sampai sekalian diloloskan pastilah semua turis asing wanita yang hanya memakai 'celana short' yang diperparah dengan 'shirt tipis' dengan silhuet payudara yang no-bra akan ditangkap semua dan dimasukkan Rutan Wanita Tangerang. Bila RUU APP ini berlaku maka runtuhnya parawisata Indonesia bukan hanya terjadi di pintu Ibu Kota, tetapi di Bali dan seluruh daerah tujuan pariwisata Indonesia. Memang itu maunya kita?

Perda No.8/2005 Tangerang dan RUU APP benar-benar ingin memanifestasikan eksistensinya sebagai landasan hukum, pedoman dan petunjuk kerja lapangan bagi para "polisi moral" bangsa ini untuk "menghukum dan menindak" dan bukan untuk "mengayomi dan menyejahterakan" rakyat kecil. Bagi kelompok lain hal itu justru berarti mematikan landasan eksistensi dari pada negara ini sendiri yaitu suatu bangsa yang didirikan dan dibentuk dengan dasar bersama yaitu keanekaragaman nilai-nilai, baik itu nilai-nilai keagamaan/kepercayaan, nilai-nilai sosial dan kebudayaan lokal, nilai-nilai hukum dan kebiasaan lokal dsb.

Pemerintah SBY-YK ditantang secara frontal dan tuntas untuk mempertahankan "raison d'etre" bangsa ini sebagai bangsa yang multikultural, atau jatuh ke dalam dosa untuk membiarkan saja pengaruh-pengaruh radikal untuk mengubahnya menjadi suatu bangsa yang mono-xeno-kultural dan konformis. Rezim Orde Baru telah gagal – dan jatuh karena telah kerap memaksakan uniformitas ekternal maupun cara berpikir di masa tiga dekade yang lampau. Hendaknya kekeliruan yang sama – yang dimulai sejak regime Habibie dan think tanknya – jangan sampai diulangi kembali. Rezim Orba telah membantai jutaan insan bangsa ini yang diduga terlibat (langsung/tidak langsung) dengan paham komunisme, lalu apakah akan diulangi kembali tragedi nasional yang serupa dengan "membantai" jutaan manusia lagi yang "diduga" terlibat paham pornografi dan pornoaksi menurut paham konformistik kelompok tertentu? Silahkan para pencinta Bangsa dan Negara kesatuan ini yang berpedoman pada "Bhinneka Tunggal Ika" untuk merenungkannya. Abaikan pemikiran kelompok yang menginginkan terbentuknya suatu bangsa baru yang konformis berlandaskan paham sektoral walaupun – bila terpaksa -hanya sebatas pada segelintir Propinsi atau Kabupaten tertentu saja di Indonesia ini.

Tetapi merenungnya jangan kelamaan (tel-mi) sebab target politik RUU APP ialah bulan Juni 2006.

Mang Iyus (Setuju pornografi/pornoaksi diberantas; tidak setuju caranya harus melalui RUU APP tetapi cukup melalui KUHP plus penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu)