Bagian ke-2 :   Di bulan Januari 1996, saya bertemu dengan RP (disingkat oleh Superkoran) mantan boss saya di IBM Indonesia. Dalam pertemuan itu beliau menceriterakan tentang keluarga dan anaknya yang saya kenal baik. Putri pertama beliau baru masuk sekolah di `A' Level di Cambridge College di UK. Disitu disediakan asrama dan sistim pendidikannya masih tradisionil British.

RP mendorong saya untuk mengirim anak2 saya untuk sekolah di
Inggris. RP begitu antusias dan menjawab pertanyaan saya tentang
sekolah di Inggris. Saya memang mempunyai keinginan akan menyekolahkan
anak2ku ke negara yang berbahasa Inggris. Rencana pribadi saya dan
dorongan dari RP membuat saya semangat mengurus kepergian anak2
untuk sekolah di Inggris.

Pebruari 1996, saya  ke kantor British Council di Jakarta, dan
mendapat 3 nama college yaitu di Cambridge college, Shrewsbury college
dan Rossall School. Brosur yang lengkap dari ketiga college, semuanya
sudah ditangan. Setelah dipelajari pilihan jatuh ke Rossall School
lokasinya di Fleetwood. Alasan saya karena ada English Summer Class,
dari Juni sampai Agustus, dan ada International School yang muridnya
semuanya student dari luar negeri.  

Akhir Juni 1996, kami sekeluarga berangkat ke Inggris. Anak pertama
Rahma, masih berumur 15 tahun, baru tamat SMP. Anak kedua Dhani,
umurnya 12 tahun,  dia baru naik dari kelas 1 ke kelas 2 SMP Lab
School Rawamangun. Kedua anakku akan mengikuti kursus bahasa Inggris
di English Summer Program di Rossall. Saya dan istriku Nur hanya
seminggu di Inggris, dan kami pulang duluan, meninggalkan kedua buah
hatiku di Fleetwood. Perjalanan dari Fleetwood ke Manchester memakan
waktu 1,5 jam melewati pemandangan pedesaan Inggris, ada padang rumput
yang hijau dengan sapi2 berkeliaran ada tanaman sayur sepertinya
brokoli, ada kebun apel dan ada hutan pinus. Pokoknya pemandangan desa
yang subur loh jinawe. Diperjalanan baru saya dan istri menyadari
betapa beraninya kami berdua melepas kedua anak2 kami sekolah di
Fleetwood. Yang jauh sekali dari Jakarta. Bayangkan routenya sangat
jauh dan makan waktu dari Fleetwood – Manchester – London – Singapore
– Jakarta. Dari Manchester ke London naik pesawat BA menempuh kira 1
jam, sama dengan Jakarta ke Yogya. Dari London ke Singapore 14 jam non
stop. Sampai dirumah kami berdua kesepian sekali. Baru kali ini
mengalami suatu keadaan dirumah tanpa anak

Akhir Agustus 1996, Dhani  pulang sendirian dari Fleetwood. Ada staf
dari Rossall School yang mengantar dan  menyerahkan Dhani kepada
petugas BA di Manchester Airport. Sistim mengawal anak umur 12 tahun
seperti Dhani , di British Airwys memang bagus sekali. Dia dikawal dan
diopenin oleh staf BA. Setiap transit Dhani di-estafetkan ke staf BA
yang lain. Di Heathrow Airport di London dan di Singapore Airport.

Saya dan istriku menjemput Dhani di Cengkareng. Dari jauh terlihat
Dhani sehat2 dan percaya diri sekali, tidak ada rasa kekawatiran atau
ketakutan pada diri Dhani kecil. Begitu keluar dari bea cukai, istriku
langsung memeluk dan mencium Dhani yang kecil sambil berlinang
airmata, perasaan istriku sebagai ibunya Dhani campur aduk, bangga,
gembira dan mensyukuri Rahmat Allah. "Oh Dhani anakku sayang, kamu
pemberani sekali" hanya kata2 itu yang diucapkan istriku, selanjutnya
kami hanyut dalam tangisan yang penuh emosi kegembiraan. Dari
Fleetwood ke Cengkareng butuh waktu selama 24 jam, dengan transit 2
kali menunggu pesawat di 3 airport.

Besoknya Dhani sekolah seperti biasa dikelas 2 SMP. Disekolah Dhani
berceritera kalau pulang dari Manchester sendirian tidak ada temannya,
tetapi bisa sampai dengan selamat karena sistim BA untuk mengawal anak
kecil sangat bagus sekali. Pengalaman di Heathrow Airport membuat
Dhani hati2, karena hampir saja hilang waktu pindah dari terminal 4 ke
Terminal 1, yang jaraknya jauh dan melewati terowongan untuk mencapai
bus stop. Beruntung staf BA nya waspada dan menarik Dhani keluar dari
bis yang salah.

Rahma, 15 tahun, mulai September sekolah di Rossall International
School, rencananya akan di RIS setahun, baru kemudian dicampur dengan
yang regulair. Selama 4 bulan pertama banyak pengalaman yang diperoleh
Rahma. Jauh dari ortu, tidak ada orang Indonesia, yang ada orang
Inggris semua. Rahma cepat akrab dengan 4 cewek asing, dari Thailand,
dari China, dari Jepang dan dari Italy. Semua Inggrisnya masih plegak
pleguk.

Pertengahan Desember 1996 Rahma pulang ke Indonesia untuk liburan
akhir tahun. Rahma juga pulang sendiri dengan sistim yang sama yaitu
ada staf Rossall yang menyerahkan Rahma ke staf BA di Manchester
Airport, lalu di-estafetkan setiap kali transit. Saya dan Nur
menjemput Rahma di Cengkareng. Kali ini emosi kami berdua dapat kami
kendalikan dengan baik.

Setiap hari Rahma berbicara dengan memakai bahasa Inggris. "Papah,
kakak Rahma bahasa Inggrisnya bagus ya dan lancar sekali. Wah …
kalau begini Dhani bisa kalah nih" kata Dhani disuatu malam setelah
mengetuk pintu kamar ortunya dan masuk lalu curhat kepada saya dan
istri. Kami bertiga lalu berdiskusi, rupanya Dhani minta disekolahin
juga ke Rossalll School.  Malam itu juga saya meyakinkan istri agar
memberi izin supaya melepas Dhani, 12 tahun, sekolah di Inggris.
Sebuah keputusan yang sangat berat, karena pasti membuat rumah sepi.
Sebagai orang tua pasti punya rasa kawatir kalau terjadi hal2 yang
negatip dengan anak2 di Inggris. Kami terus menerus berdoa sampai kami
mempunyai keyakinan bahwa Allah akan menjaga kedua anak kami.

Besoknya saya ke SMP Lab School Rawamangun, untuk minta Surat
Keterangan Pindah ke Rossal. Semua guru2nya Dhani terheran-heran.
Dalam seminggu kami mengurus visa dan apply ke Rossall School. Minggu
kedua semua dokumen beres.

Maka pertengahan Januari 1997, kami sekeluarga berangkat lagi ke
Inggris untuk mengantar Rahma dan Dhani sekolah di Rossall. Dari
Manchester Airport kami menyewa mobil Avis dan kami pakai selama kami
di Inggris. Karena musim winter, kami membawa mantel dan jaket musim
dingin, membuat mobil penuh barang.

Guru-guru di Rossall ramah sekali, kami diajak ngobrol dengan Dean of
Rossall. Semuanya menghibur saya dan istri agar tidak usah kawatir.
Sistim di Rossall memungkinkan untuk menjaga anak2 dengan
sebaik-baiknya. Untuk menjaga anak-anak mereka minta ada wali murid
yang disebut Guardian Parent untuk mewakili saya dan istri dalam
segala hal. Guardian Parent ini akan bertemu dengan staf pengajar
sebulan sekali untuk melaporkan perkembangan Rahma dan Dhani. Kami
mencari dan akhirnya bisa bertemu dengan suami istri orang Inggris
yang bersedia menjadi Guardian Parent untuk Rahma dan Dhani, mereka
tinggal di Widnes dekat Liverpool.

(bersambung)

Gufron