Sewaktu di bangku sekolah, kita sudah diajari bahwa bank adalah lembaga fiduciary (kepercayaan). Oleh karena itu, umumnya bankir punya pola pikir yang konservatif super hati-hati, sadar betul akan rambu-rambu yang tidak boleh ditabrak. Tidak main sruduk sana sruduk sini. Pola pikir konservatif itu tercermin dalam sikap tingkah laku bankir. Mereka tidak suka glamour. Potongan jas mereka biasa saja, warnanya juga yang gelap atau kalem. Dasinya juga biasa, tidak mencorong atau berwarna warni.
Apalagi bankir bank sentral, mustinya lebih
konservatif lagi. Lihatlah sosok Alan Greenspan. Dalam
karirnya sebagai The Fed yang lama, tidak pernah
kedengaran gunjingan. The Fed ini kata-katanya
didengar oleh semua kalangan Amerika. Boleh dikata The
Fed lebih berpengaruh daripada lembaga presiden.
Karena The Fed adalah mbahnya lembaga fiduciary, maka
andaikan saja Alan Greenspan jadi tersangka tindak
pidana (belum pernah), jauh-jauh hari sudah mundur
ketika dia jadi gunjingan (juga belum pernah).

Bagaimana keadaan BI? Baru saja KPK menetapkan
Burhanuddin Abdullah gubernur BI sebagai tersangka.
Tersangka dalam kasus pengucuran uang negara yang
besarnya Rp 100 milyard ke DPR dan sejumlah pengacara.
Tujuan pengglontoran uang itu adalah untuk memuluskan
beberapa RUU dan yang lebih penting untuk mengongkosi
biaya bagi sejumlah pejabat BI yang berperkara.

Ini bukan satu-satunya skandal BI. Skanla pertama,
penggelontoran BLBI (bantuan likuiditas Bank
Indonesia) untuk menyelamatkan bank-bank dari
kebangkrutan pada 1997-1998, yang ternyata banyak
diselewengkan. Kedua, kasus yang menimpa Sjahril
Sabirin, yang diminta mundur oleh Presiden Gus Dur
tapi tetap bertahahan lebih dari setahun. Dan skandal
ketiga, yang menimpa Burhanuddin Abdullah sekarang
ini.

Menuntut etika super tinggi dari jajaran dewan direksi
BI tidak mengada-ada. BI adalah pusat kepercayaan
dunia maupun lokal terhadap otoritas dan wibawa
moneter Indonesia. Sangat riskan bila BI kehilangan
kepercayaan dunia dan publik.

Karena itu, jangan dipermasalahkan kurangnya kekebalan
bagi pejabat BI. Untuk mengambil contoh The Fed
diatas, tidak pernah tersentuhnya Alan Greenspan bukan
lantaran dia menikmati kekebalan berlapis. Tapi
integritas yang tinggi menyebabkan dia tidak pernah
menjadi gunjingan, apalagi sampai berperkara.

Undang-Undang Bank Indonesia memberi kekebalan pada
pemangku otoritas bank sentral. Yaitu, bila mereka
harus diperiksa karena kasus hukum, harus memperoleh
izin dari presiden. Dengan berbekal etika professi
bankir, sebenarnya jajaran dewan direksi BI tidak
memerlukan kekebalan ini.

Salam,
RM