Banyak hal dalam jagat raya ini yang belum bisa disibak oleh sains; meskipun demikian, kaum saintis tak memutuskan untuk memakai iman.
Lain dengan kaum agamawan: mereka mengklaim sudah tahu segala sesuatu, karena, kata mereka, segala sesuatu sudah diwahyukan dan tertulis dalam kitab suci mereka.
Mereka memakai iman untuk bisa menerima semua isi kitab suci sebagai kebenaran-kebenaran yang diwahyukan, tak bisa salah dan tidak bisa usang.
Meskipun sangat banyak hal yang mereka imani belum terbukti secara faktual kebenarannya hingga kini, mereka terus saja beriman.
Karena itu, beragama pada hakikatnya adalah hidup dalam suatu dunia hipotesis-hipotesis yang tak pernah terbukti, suatu dunia yang diangan-angankan, suatu dunia yang dikhayalkan.
Agama memang pada hakikatnya perkara iman, bukan perkara bukti-bukti objektif dan autentik atas apa yang diimani.
Sifat agama yang semacam itu sangat bertolakbelakang dengan sifat sains.
Kaum saintis dengan terbuka mengakui ada banyak hal tentang kehidupan dan jagat raya yang mereka belum ketahui.
Tetapi, sekali lagi, kaum saintis tak pernah memakai iman untuk menerima keberadaan sesuatu, tapi melalui penyelidikan dan pembuktian objektif yang terus berlanjut.
Kalau ada yang belum diketahui para saintis, mereka tak memakai iman untuk mengklaim ini dan itu, melainkan melakukan penyelidikan lebih jauh untuk tiba pada temuan-temuan dan kesimpulan-kesimpulan baru.
Sains adalah sebuah perahu yang terus berlayar makin jauh, menuju pelabuhan yang masih sangat jauh dan selalu hanya samar-samar terlihat.
Tetapi agama adalah tempat tidur nikmat yang segera membuat orang tertidur lelap dalam kamar yang sejuk dan lengang.
Sains menawarkan kegelisahan, agama menawarkan ketenteraman; karena itu lebih banyak orang memilih agama ketimbang sains.
Sains menimbulkan keraguan, agama menjamin kepastian, karena itu lebih banyak manusia menolak sains, lalu merangkul agama erat-erat.
Sains membawa orang ke perjalanan yang belum berakhir, agama sudah tuntas membawa orang ke surga, karena itu orang lebih memilih agama alih-alih sains.
Sains menuntut orang memeras otak berlelah-lelah, agama menawarkan orang istirahat panjang yang abadi, karena itu orang merangkul agama dan mencampakkan sains.
Sains mengharuskan debat ilmiah dengan santun, agama mendorong orang mencaci dan mengutuk, karena itu lebih banyak orang butuh agama alih-alih sains.
Sains membutuhkan kerendahan hati, agama mengharuskan orang galak dan keras, tapi anehnya orang lebih memilih agama ketimbang sains.
Semakin suatu masyarakat membutuhkan agama-agama fundamentalis, semakin jelas masyarakat itu sedang sakit.
Sungguh aneh, orang lebih suka terkena penyakit fundamentalis agamawi ketimbang pergi ke psikiater dan berobat.
Rupanya penyakit fundamentalis agamawi itu sangat nikmat karena menimbulkan halusinasi orang sudah masuk surga dan ketemu para malaikat.
Rupanya penyakit fundamentalis agamawi itu sangat nikmat karena menimbulkan halusinasi si agamawan adalah orang besar yang sedang memikul tugas sangat besar: menaklukkan dunia!
Sungguh susah membangun budaya sains di dalam suatu negeri yang sedang dijajah budaya agama!
Jakarta, 3 Januari 2012
gabungan dari
dan
Rico said:
Membandingkan sains dengan agama saya rasa ga apel ke apel. Agama adalah akar dari sains. Agama membuat Mesir menghasilkan masterpiece of engineering, yaitu piramida. Para agamawan sebetulnya adalah pemikir2 ulung. Apakah fundamentalis itu para idiot? Jika ya lalu kenapa mereka mampu menghipnotis orang untuk melakukan bunuh diri dengan sukarela? Kenapa para idiot ini mampu menakutkan negara2 Barat sejajar dengan Uni Sovyet di masa perang dingin?
Sisi buruk dari agama cuma satu yaitu pengikut. Pengikut inilah yg membuat nama agama sering menjadi tertawaan ilmuwan. Padahal pengikut sama sekali bukan pemikir. Dan sama sekali ga ngerti agama. Tapi sering mengklaim mewakili agama.
SukaSuka
admin said:
Tidaklah mungkin bagi Sains kalau berakar di agama. Contoh saja bentuk bumi ini. Menurut Torah, Perjanjian Lama dan Quran, bumi ini datar dan ada ayat yang menyebut bumi berbentuk seperti cakram. Kalau agama menjadi dasatr sains, sainsnya tidak bisa maju krn terpaku di status 2000 tahun lalu. Agama itu dasarnya dogma dan dogma tidak bisa diuabh dan diganggu gugat, sedang semua hal di sains bisa dan boleh diganggu gugat.
Memang piramida dibangun atas permintaan Pharaoh mungkin atas alasan agama orang mesir kuno tapi itu tidak berarti mereka menggunakan ilmu agama untuk membangunnya. Saya belum yakin kalau agamwan itu pemikir ulung, saya kira tokoh agama – terutama di Indonesia bukan pemikir tapi penghasut
SukaSuka