Karena tidak ada pembantu lagi dan saya enggak bakal ada waktu menyetrika baju, ibu saya mencari orang yang bisa menyetrika. Istilah di tempat saya, pocokan. Jadi kerjanya saat dibutuhkan saja, lalu pulang. Tidak menginap.

 

Mbak ini sebenarnya namanya mbak Ni, tapi Izza menyebutnya mbak londri, dari kata laundry. Akhirnya kami serumah memanggil dia mbak londri.

 

Mbak londri ini sudah berkeluarga dengan anak satu, laki-laki. Suaminya adalah laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Tidak pernah memberi dia uang bulanan, pergi pagi pulang besoknya, sering membentak-bentak, belum lagi suka menggoda perempuan lain, lengkaplah pokoknya. Tiap kali dia datang, biasanya ibu menunggui dia duduk di belakangnya. Kebetulan tempat menyetrika di sekitar ruang makan. Pada saat itulah mbak londri curhat habis-habisan pada ibu saya. Siang pulang kantor tak jarang saya menyaksikan ini semua. Ibu saya sedang memberikan nasehat-nasehatnya untuk mbak londri.

 

Sampai suatu sore, saya seringkali pulang kantor agak sore, ibu saya berkata pada saya begitu saya masuk rumah,

"Mbak londri tadi dijemput suaminya,"

Kami bertanya-tanya kenapa, karena seumur-umur suaminya tidak pernah menjemput dia dari kerja. Ibu berkata begitu sambil memberesi baju-baju yang sudah diseterika dan merapikan yang belum sempat diseterika.

 

Besoknya kami tau ternyata suami mbak londri selingkuh dengan seorang pembantu rumah tangga dan sekarang pembantu itu hamil 6 bulan. Ini sebuah klimaks dan sebenarnya kami malah berharap masalah ini bisa membuat mbak londri memiliki alasan untuk melepaskan diri dari suaminya. Tapi ternyata tidak semudah itu.

 

Dari ibu, saya mendengar kalau suami mbak londri minta tanda tangan dari untuk menikah lagi. Saya hampir tidak pernah bertemu lama dengan mbak londri akhir-akhir ini, jadi semua berita tentang dia saya dengar dari ibu saya. Kata ibu karena mbak londri tidak mau tanda tangan maka suaminya menikah siri dengan pacarnya itu.

 

Sore tadi kebetulan saya bertemu mbak londri. Dia masih belum selesai menyeterika ketika saya pulang. Jadi saya tanya keadaan dia. Saya bilang kalau saya sudah mendengar semua dari ibu. Dia segera curhat semuanya. Dia bekerja pada beberapa orang, jadi dia curhat juga pada orang-orang tempat dia bekerja. Beberapa orang menyarankan untuk bercerai saja. Tapi ada juga yang mengatakan, keenakan suaminya kalau mbak londri minta cerai, karena itu berarti dia yang harus mengeluarkan biaya untuk cerai. Dan pendapat ini yang malahan dipegang oleh mbak londri. Dia bilang,

"Keenakan dia dong mbak kalau saya minta cerai,"

 

Saya bingung. Keenakan bagaimana? Kan selama ini hidup dia sudah menderita karena suaminya, mestinya ini menjadi kesempatan bagi dia untuk berpisah dari suaminya. Tapi mbak londri malah berpikir lain. Dia berpikir keenakan suaminya karena dia tak perlu mengeluarkan biaya untuk menceraikan istrinya karena istrinya yang menggugat berarti dia yang harus mengeluarkan biaya. Dan juga, suaminya nanti bisa menikah dengan mudah karena dia sudah bercerai dari suaminya.

Dengan bingung saya bilang,

"Lhah kan sekarang juga dia sudah nikah lagi?"

Dia terdiam. Seperti tersadar tapi juga bingung.

 

Saya maklum. Urusan perceraian kadang seperti saat perut melilit dan ingin buang angin, padahal sedang di tengah keramaian orang banyak. Mau ditahan, kok angin sudah mau keluar. Mau dikeluarin saja, kok malu sama orang banyak. Jangan-jangan nanti bunyi dan baunya minta ampun hingga bikin orang lain terganggu.

 

Maka pelan-pelan saya memberitahu, tak perlu memikirkan apa yang harus ditanggung suaminya. Tapi bagaimana kehidupan dia selanjutnya, itu yang lebih penting dan harus dia pikirkan. Dengan bimbang mbak londri memutuskan untuk meminta petunjuk dari Tuhan dulu sampai ada petunjuk yang benar-benar kuat di hatinya.

 

Akhirnya saya bilang, kalau sudah ada jawaban yang mantap, ikuti saja. Tak perlu mengikuti apa kata orang. Ikuti saja kata hati, karena itu petunjuk langsung dariNYA .

 

Sungguh dari mbak londri saya jadi berpikir, kadang-kadang karena marah pada orang lain, kita sungguh ingin membuat hidup orang itu menjadi sulit. Padahal gara-gara ingin membuat sulit hidup orang lain, bukannya hidup orang lain yang sulit, tapi justru hidup kita sendiri yang makin sulit.

 

Semoga mbak londri segera menemukan jawaban di hatinya… amin..