Setelah menonton acara bukan empat mata yg dipandu tukul yg menampilkan Rusy dan Dedi, pengikut Suku dayak losarang (acara tadi malam); seorang teman memberi komentar:
TEMAN: Bayangkan lah bila anak kita terikut-ikut dan menjadi pengikut kepercayaan suku dayak lorasang?
AKU: Kenapa, tanyaku ?
TEMAN: Lho, kamu gak lihat itu apa yg mereka praktekkan? Tegasnya.
AKU: Ya, mereka tadi berjemur ditanah, memasukkan tubuhnya di kolam, kataku untuk menunjukkan bahwa aku tadi menyimak acara si Tukul itu.
TEMAN: Nah justru itu, itukan ajaran yg sangat berbahaya, katanya. kalau anak kita ter-ikut2 seperti itu, mau dibawa kemana masa depan anak2 kita. Keyakinan seperti itu kan bisa membentuk mindset dan prilaku seseorang, katanya.
AKU: Penilaian itu semua tergantung dari sudut mana kita memandang. Menurut penjelasan sdr Dedy dan Rusy, itu menunjukkan bahwa mereka menyatu dengan alam dan dengan cara seperti itu mereka berterima kasih kepada tuhannya yg menciptakan alam ini. Kataku mengambil intisari dari penjelasan Dedy dan Rusy.
TEMAN: Ah, penilaian yang demikian itu terlalu subyektif, katanya. Mosok untuk menunjukkan tanda terimah kasih kepada tuhannya seperti itu. Sebaiknya keyakinan seperti itu dilarang dan kalaupun tidak bisa dilarang, setidak-tidaknya diberikan batasan umur, artinya, hanya org yg sudah cukup dewasa baru boleh direkrut dengan rasio bahwa orang dewasa sudah sadar dalam menentukan pilihannya. Di negara yg sudah maju demokrasinya pun, kelompok atau organisasi yg merupakan suatu sekte, dilarang merekrut anak2 di bawah umur lho, katanya membeberkan dunia negara2 maju. Jadi, kalau Negara maju sajapun bisa membuat aturan yg membatasi rekruitmen suatu sekte tertentu, mengapa kita tak bisa, katanya . Bagamana pendapatmu, tanyanya.
AKU: Setuju sekale, tapi kita harus lebih maju lagi dari Negara maju itu dalam membuat aturan pembatasan.
TEMAN: Maksud mu?
AKU: Kalau tadi kamu katakan di Negara maju sekalipun ada aturan yg membatasi umur minimal untuk bisa direkrut menjadi anggota sekte tertentu, maka menurut pendapatku, bukan hanya untuk memasuki sekte saja, tetapi juga untuk memasuki agama harus ada syarat minimal umur. Jadi, harus ada larangan mengajarkan ajaran agama hingga seseorang berusia minimal 21 tahun dengan rasio bahwa umur 21 tahun seseorang dianggap sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihannya. Dan oleh karena itu juga, kolom agama pada kartu identitas pun harus dihapuskan.
TEMAN: Lha, apa yg salah dengan ajaran agama? Tanyanya.
AKU: Ajaran agama juga bersifat subyektif dan agama itu memang bertujuan untuk membentuk mindset dan prilaku seseorang. Bagi kita org islam saja yg merasa biasa2 dan tanpa beban menyatakan orang non muslim kafir, darah non muslim halal, bla..bla..bla. Bagi orang lain itu penghinaan, sikap merendahkan org laen, terror dan intimidatif.
TEMAN: Wah, nanti gawat jadinya, kita akan kehilangan umat dong.
AKU: Lho, kenapa harus takut kehilangan umat?. Kayak orang gak pede aja. Bukankah ada berita yg menyatakan bahwa sekarang ini, orang2 eropa dan amerika yg terkenal rasionil itu sudah berbondong-bondong masuk islam setelah mempelajari bahwa memang islam betul2 terbukti benar dan tidak bertentangan dg akal, kataku. Apakah itu cuma propaganda kaum muslim? Jadi kenapa harus takut?
Anonim said:
setuju…agama tidak bisa di ajarkan dari kecil, karena itu sangat subyektive, anak akan jadi cetak biru si pengajar….tidak bisa menjadi manusia merdeka. salam.
SukaSuka
Anonim said:
Mas Martolejo, Pendidikan agama harus dimulai sejak masih anak-anak Mas, karena banyak yang tidak rasional. Kalau pelajaran agama diberikan ketika sudah akil balik maka mereka akan mempertanyakan hal-hal yang irasional dan bisa menjadi tidak percaya. Kaum agamawan itu belajar ilmu psikologi juga lho mas, psikologi perkembangan jiwa anak. Jadi temennya Mas Martolejo itu ada benernya juga jika dilihat dari sudut pandang agama. Kaum penganut agama kan merasa ajarannya paling bener sendiri. Kepercayaan tradisional Indonesia asli kan dianggap bukan agama jadi dianggap berbahaya untuk anak-anaknya orang beragama, terutama agama Samawi (Yahudi, Kristen Islam). Bagaimana mas kalau begitu?
SukaSuka
Anonim said:
Pendidikan agama sedari kecil memang bagus, tapi kalo melihat perkembangan zaman, sebaiknya jangan deh, saia pernah dikatai “kafir” sama anak kecil, diajarin apa ya ma orangtuanya??
SukaSuka
Anonim said:
Ada yang lebih parah ngatainnya, anak kecil berani ngatain orang dewasa: “Anjing Kafir loe!” Anak itu setiap hari dicuci otaknya di pengajian dan di rumah oleh orangtuanya untuk membenci orang yang tidak seiman dengannya. Sangat, sangat serba salah! Ahlak macam apa itu?
SukaSuka
Anonim said:
wah, parah nih, awalnya sih enak dibaca, ujung2nya promosi agama situ juga……
SukaSuka
Anonim said:
Kafir itu artinya tidak percaya, kafir untuk menggambarkan perbedaan keyakinan contoh : bagi setiap pemeluk agama A maka kafir adalah orang yang keyakinan B, C, D …dll , sedangkan bagi pemeluk agama B kafir adalah adalah pemeluk agama A, C, D … dll. Gitu aja kok kebakaran jenggot.
SukaSuka
Anonim said:
Anak-anak dari kecil perlu dididik untuk berpikir secara sains (science), untuk berpikir logis, dan empiris. Baru setelah itu diajarkan agama. Bukan sebaliknya. Pengajaran agama di Indonesia baik itu yang non formal maupun yang formal, baik itu yang Islam maupun yang Kristen, mengajarkan ‘tahayul’ lebih dahulu kepada anak-anak sambil menakut-nakutinya dengan ancaman neraka jika tidak mau percaya kepada ‘tahayul’ itu. Bagaimana bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang cerdas kalau begitu caranya? Biarkan anak-anak itu memilih kepercayaan dan agamanya setelah mereka dewasa. Waktu masih kecil ajarkan budi pekerti dan The Golden Rule (Perbuatlah kepada orang lain apa yang engkau inginkan orang lain perbuat kepadamu. Jangan lakukan kepada orang lain apa yang engkau tidak ingin orang lain lakukan kepada dirimu.) Maka mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa yang berbudi luhur dan berilmu yang bermanfaat untuk bangsa dan negara.
SukaSuka
Anonim said:
Agama Kristen itu sama ngaconya mas! Ngajarin dongeng penciptaan dunia, dan dongeng-dongeng lainnya kepada anak sekolah Minggu. Bedanya sama agama Islam hanya soal membenci Yahudi, itu aja. Jadi kita semua orang Indonesia sebaiknya bersepakat untuk tidak mengajarkan agama kepada anak-anak. Ajarkan budi pekerti dan common sense.
SukaSuka
Anonim said:
Kalo judul Kafir hanya untuk labeling bagi penganut agama lain itu tidak menimbulkan api yang membakar jenggot bung! Masalahnya adalah dibalik cap Kafir itu ada perintah lain yaitu menghalalkan darah dan harta benda orang kafir. Gimana kalo begitu? Jangankan jenggot, j**b*t juga bisa kebakar Oom!
SukaSuka
Anonim said:
Tuhan yang sejati tidak pernah membuat agama, Tuhan yang sejati cuma mengajarkan jalan kebenaran dan hidup, agama cuma ciptaan manusia jadi tidak harus diikuti
SukaSuka
Anonim said:
hendaknya moslem melihat dari sudut lain, bagaimana jika ente-ente ini dikatain kafir oleh sesama moslem?? bukan masalah jenggot ato j’m’b’t yg kebakar, ini anak kecil sudah diajarin ga beres ma orang tuanya, saya kira para kafirin yg terhormat mungkin tidak perduli dengan omongan anak kecil, tapi yg jadi masalah adalah gimana gedenya entar??jadi pengantin bom?? otak kok taro di selangkangan
SukaSuka
Anonim said:
Pendapat #8 yg terbaik utk diterapkan disekolah sampai tingkat SMP. Jangan ada lagi pelajaran agama sampai lulus SMP. Ajarkan anak2 Budi Pekerti dari awal sampai mereka lulus SMP. Tugas orang tua kalau mau mengajarkan agama pada anaknya dari kecil.
SukaSuka
Anonim said:
klo mnurut daku basic agama ttp hrs diajarkan dr kecil, namun tentu aja jgn melulu terpaku pd aspek dogmatis n teologis. diberi dikit2 ajaran filosofis khas anak2 spy mrk bs belajar kritis n open-minded. mantan suami daku (cateet) trmsk golongan kaum yg suka banget kafir-mengkafirkan org lain yg tdk sepaham ma dia. baru tau 2-3 ayat n 4-5 hadits tp berlaku seolah2 ustad/kyai pdhl belajar kitab aqidah akhlak n fiqh aje lom khatam. beliau khawatir daku bakal meracuni anak’a dgn paham2 yg menurut beliau cenderung pluralis n liberal…. cape deeeeh… paham2 agama yg bersifat eksklusif kox ya booming gt dimana2, menurut daku lhooo.
SukaSuka