Sidang Jumaatan yang saya muliakan,

Semoga salam, rahmat dan damai sejahtera turun atas kita semua, anak-anak kehidupan dalam buaian al rahim semesta raya tak terbatas ini, serta atas segenap anak cucu kita dimasa-masa yang akan datang.

Pertama-tama saya haturkan terima kasih saya yang sebesar-besarnya atas undangan yang diberikan oleh pengurus mesjid Al Murtadin al Kafirun Jaya, dibawah asuhan Kamerad KH. Wawan Setiawan Al Kafirun Jaya join venture dengan Hajjah Rini Chandra dan KH. Leo Rimba. Sungguh suatu kehormatan besar saya bisa berada di sini untuk berbagi renungan yang bernas.

Sebelum kita melangkah jauh pada renungan kutbah ini, saya mengundang sidang Jumaah untuk menyimak lagu yang akan segera diputar oleh petugas sound system, Udo Habe. Lagu ini berjudul Painted Black dari Rolling Stone. We rock you man ! Silahkan Udo Habe.

Sementara bagi anda yang rada-rada payah Inggrisnya, salinan teks serta terjemahannya saat ini sedang diedarkan oleh imam yang tadi memimpin shalat berjamaah kita ini, Ny. Muskitawati Binti Muslim.

Nah mari kita simak lagu dan selami teks-nya

 Paint It Black

I see a red door and I want it painted black

No colors anymore I want them to turn black

I see the girls walk by dressed in their summer clothes

I have to turn my head until my darkness goes

 

I see a line of cars and they’re all painted black

With flowers and my love, both never to come back

I see people turn their heads and quickly look away

Like a newborn baby it just happens ev’ryday

 

I look inside myself and see my heart is black

I see my red door and it has been painted black

Maybe then I’ll fade away and not have to face the facts

It’s not easy facing up when your whole world is black

 

No more will my green sea go turn a deeper blue

I could not foresee this thing happening to you

If I look hard enough into the setting sun

My love will laugh with me before the morning comes

I see a red door and I want it painted black

No colors anymore I want them to turn black

I see the girls walk by dressed in their summer clothes

I have to turn my head until my darkness goes

 

Hmm, hmm, hmm…

I wanna see it painted black, painted black

Black as night, black as coal

I wanna see the sun, blotted out from the sky

I wanna see it painted, painted, painted, painted black

Yeah

Nahhh, sidang jumaatan sekarang sudah inget khan? Pasti bapak, ibu yg pernah lihat acara RCTI dulu pasti kenal lagu ini, Ini lagu dijadikan theme song di serial Tour of Duty.

Lagu ini menceritakan tentang lelaki yang hatinya remuk ditinggalkan orang yang dicintainya. Ia merundung dan pahit melihat dunia. Ia ingin dunia tampak hitam, tiada warna lain yang lebih ia inginkan selain hitam, hitam dan hitam. Kenapa? Karena hatinya telah menghitam karena duka dan kegetiran.

Ketika hati kita hitam, maka semua pemandangan indah di dunia ini tampak hitam, menghitam atau kehitam-hitaman.

Dimanakah letak hati itu, sidang Jumaah yang budiman?

Apakah di dada ini? Tidak.

’Hati’ atau ‘heart’ dalam bahasa putis bukanlah di dada, ia bukan ‘lever’, bukan pula jantung atau ‘heart’.

Hati atau heart berada di otak kita.

‘Hati’ adalah sebutan sederhana dari “weltanschauung”  atau semesta berpikir dalam otak kita.

Dan luas semesta berpikir kita tergantung dari seberapa banyak kita berikan muatan-muatan pengetahuan berharga tentang kehidupan dan alam semesta ke dalam otak kita.

Kalau yang kita masukan dalam otak kita hanya pemikiran idealis manusia-manusia arab abad 7-10 M yang menyukai warna hijau, maka demikianlah kita memandang semesta selalu nampak kehijauan.

Semua warna yang ada harus jadi hijau. Kalau tidak maka harus diambil tindakan untuk menghijaukannya.

Kalau yang kita masukan dalam otak kita hanya pemikiran idealis manusia-manusia Yahudi abad 1 M dalam semesta pemikiran Greko-romano yang menyukai merah darah , maka demikianlah kita memandang semesta itu kemerah-merahan. Merah darah penebusan anak domba kurban penebusan dosa.

Dengan kata lain dunia yang kita lihat adalah dunia dalam pemahaman kita sendiri, bukan dunia realitas apa adanya.

<ket. foto: Perspektif : Dunia yang kita perikan adalah dunia dalam pemahaman kita sendiri, bukan dunia realitas sebenar-benarnya. Kita perlu keluar dari sudut pandang primordial untuk berlega hati melihat dunia dalam banyak sudut pandang >

Demikianlah apa yang kita lihat dan rasakan terjadi di negara kita. Setiap hari kita disuguhi cara pandang Arab abad 7 M dimana segalanya harus diselaraskan dengan keyakinan mereka. Ini haram, itu haram, dsb. Segala yang tidak disukai satu kelompok, harus dipaksakan agar diberangus dan dienyahkan dalam warna budaya kita.

Media-media dan masyarakat awam digiring pada suatu opini bahwa pemikiran Arab abad 7 M ini luhur, terakhir dan sempurna, sehingga yang lain harus diabaikan, atau kalau bisa diinjak-injak dan ditendang dari bumi Nusantara ini.

Klaim-klaim serampangan dilancarkan sehingga orang yang malas berpikir termakan dengan semua kebohongan ini.

– Adam itu islam, Nuh itu islam, Abraham itu islam, musa itu islam, Yesus itu islam.

– Gautama Buddha itu nabi Khidir, jadi nabi islam juga.

– Borobudur itu bangunan milik kebudayaan islam yang dibangun oleh jin Islam di masa kerajaan Sulaeman.

–  Majapahit itu kesultanan Islam.

– Neil Armstrong itu sudah masuk islam karena mendengarkan Azan di bulan.

tentu saja kita tahu bahwa itu semua adalah kebodohan dan ketololan.

Mereka ini justru sedang menyanyikan lagu Rolling stones dengan lirik yang sedikit dirubah:

Paint it Green

Paint it green

Paint it green biar jadi ijo royo-royo.

Kenapa mereka jadi begitu delusive? Karena hati mereka sudah menghijau.

Karena otak mereka telah diisi hanya satu isme, isme hijau, hijauisme. Dan misi mereka menghijaukan seluruh semesta. Hil yang sama sekali mustahal dan melanggar kodrat alam.

Orang-orang ini berpikir apabila segalanya jadi hijau maka dunia akan aman, tentram dan bahagia. Ini sama saja dengan naivitas cerita-cerita anak kecil karya HC Anderson, “ …. Maka tak lama kemudian Pangeran dan Putri Jelita itupun menikah, dan dikaruniai anak-anak yang tampan dan cantik.  Mereka hidup berbahagai untuk selama-lamanya, tiada kesukaran dan kedukaan yang mereka dapatkan.”

Orang-orang semacam ini tidak pernah mau melihat fakta bahwa ketika agama dijadikan dasar hukum suatu negara, cepat atau lambat, warganya akan mendobrak tembok-tembok pembodohan massal yang dulu pernah ditegakan dengan jumawa. Lihatlah bagaimana rakyat dan kaum intelektual di jazirah Arab ingin memerdekakan diri dari tirani kekuasaan dan tirani agama !

Segala carut marut keagamaan akan secara signifikan teratasi manakala semua manusia sadar bahwa tidak ada sesosok tuhan di atas sana yang berkata kepada umatnya dengan kalimat “wahai kaum beriman dan yang tidak beriman tidak wahai….”

Tidak ada tuhan yang membekingi agama tertentu, mengangkat nabi-nabi tertentu dan menutup buku sabdanya pada sosok nabi terakhir dan kitab terakhir.

Semua pemahaman manusia didapat oleh manusia berkat manusia sendiri, berkat  interaksi material antara manusia dengan sesamanya, antara manusia dengan alam semesta.

Dan tuhan? Dimanakah posisi tuhan? Tuhan adalah kata benda abstrak, abstraksi dari idea-idea pemikiran manusia itu sendiri. Tuhan adalah pihak ketiga yang dijadikan stempel legalitas si subyek dalam mengkomunikasikan ismenya kepada si obyek, dalam hal ini si rohaniwan dan si penguasa kepada si umat.

Kita adalah manusia, anak-anak kehidupan yang mencari makna hidup, dalam permainan alam semesta yang maha luas. Setiap orang punya hak yang sama untuk mengutarakan kebenaran dalam pemahamannya, sepanjang tidak merusak dan menginjak-injak pemahaman manusia lain tentang kebenaran itu sendiri.

Cepat atau lambat segala bangunan kejumawaan agama akan dipreteli, ditelanjangi, dianalisa dan dipertontonkan auratnya pada manusia. Sehingga manusia sadar bahwa agama itu adalah hasil budaya manusia sendiri, tidak jatuh mak celegur – buk gedebuk dari langit karena belas kasihan sesosok ilahi di atas sana.

Dan itu semua tidak akan terjadi dengan sendirinya tanpa usaha dari kita untuk mempercepat eskalasi itu. Dengan cara apa kita ambil bagian dalam eskalasi itu? Dengan tak lelah-lelahnya menyiram semesta pemikiran manusia Indonesia dengan rasionalitas dan integritas.  Segala idealisme tahayul yang disandarkan pada tokoh ahistoris danfigur ilahi fantasi manusia jaman dahulu harus terus diperlemah dengan cara memperlihatkan kepada mereka kenaifan dan motif-motif primordialnya yang selalu mencoba mengkotak-kotakan manusia dengan agama, dan membuktikan bahwa kita bisa menebarkan cinta kasih ,bertanggung jawab, beretika dan berintegritas tanpa meyakini figur-figur tahayul itu.

Demikianlah uraian kotbah dari saya yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya dan indah pula pada akhirnya, semoga mencelikkan mata yang buta dan memberi kelegaan bagi yang sedang berbeban berat.

Akhirul kata semoga alam semesta yang rahmatan dan rahimi selalu memberkahi kita, anak-anak sang kehidupan untuk bersuka ria merayakan kehidupan ini dalam alur evolusi yang tidak pernah kita ketahui ujungnya.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Shalom aleichem

OM mani Padme Hum

Om Shanti – Shanti – Shanti Om

We will – we will rock you.

Peace Yo.