Kebanyakan teman yang curhat pada saya mengalami kedukaan, sakit hati, melankoli, dan kepahitan yang didasari atas kenyataan bahwa kebahagiaan yang mereka pernah alami dan nikmati akhirnya suatu saat harus berakhir dalam perpisahan dan kelukaan. Mereka tidak habis pikir kenapa ini harus berakhir, kenapa mesti berpisah, kenapa kebahagiaan tidak pernah abadi. Ketika mengingat hal itu hati jadi sedih, tapi mencoba melupakannya terlalu sukar dilepaskan.
(pesan SK: kalau anda punya akun Facebook, silakan klik http://www.facebook.com/pages/Forum-Apakabar-Majalah-Superkoran/152166293967 ) Terima kasih)
Memang begitulah hidup. Kebahagiaan dan kedukaan adalah dua sisi berbeda dari koin yang sama. Ini hadir maka itu akan hadir. Ini tak hadir maka itu tak akan hadir pula. Itulah natur dari kehidupan. Itulah dualitas.
Bayangkan jika anda ingin memegang ular. Kalau anda memegangnya langsung dibagian kepala, pasti anda akan diserang langsung. Kalau anda memegang di bagian ekor, mungkin anda akan aman beberapa saat, namun cepat atau lambat akhirnya si kepala ular pasti akan berbalik dan menggigit anda. Nah kepala ular itu analogi dari kedukaan, sesuatu yang sangat anda tidak ingin dapatkan, yang efeknya cespleng – nonjok seketika karena rasanya menyakitkan hati. Sedangkan ekor ular adalah analogi dari kebahagiaan. Berapa lamapun kebahagiaan anda genggam, namun suatu akan datang saatnya kebahagiaan itu berakhir. Ketika kebahagiaan berakhir, itulah saat dimana si kapala ular menggigit anda.
Jadi bagaimana cara keluar dari dualitas ini? Belajarlah untuk memahami bahwa memang hidup dalam kedua kutub dualitas itu. Kita tidak bisa menerima yang satu dan menolak yang lain. Yang bisa kita lakukan adalah me-manage- respon kita akan kebahagian dan kedukaan.
Belajar untuk tidak menilai berlebihan atas hidup, entah itu kebahagiaan atau kedukaan. Anggaplah bahwa semua itu hanyalah proses yang wajar yang harus dilalui, suatu konsekwensi logis dari apa yang pernah kita lakukan atau konsekwensi kasualitas dari berbagai faktor,entah yang berada dalam kawasan pengaruh kita atau yang berada di luar. Dan ini memang membutuhkan waktu.
Tidak perlu mencoba melupakan apa yang telah terjadi, lha wong kita belum pikun koq. Tapi berusaha mengurangi penilaian kita akan sesuatu.
Ada dua macam memori : factual memory dan psychological memory.
Factual memory adalah ingatan akan sesuatu dalam kronologi dan momen.
Sedangkan psychological memory adalah ingatan kita akan sesuatu dalam kronologi dan momen yang sudah dilekati oleh penilaian baik dan buruk, menyenangkan dan tidak menyenangkan, suka dan ogah, cinta dan benci. Factual memory adalah wajar. Yang tidak wajar adalah psychological memory, karena kita telah memberi nilai dan preferensi.
Dalam meditasi kita belajar menempatkan diri sebagai penonton yang pasif dari setiap arus pikiran, imagi, symbol dan kesan-kesan yang muncul dan hilang. Tontonlah semua itu tanpa ada lekatan penilaian, tanpa perlu mendeskripsikan dan mengkonsepkannya. Lihat dan lalukanlah. Lihat dan lalukanlah. Lihat dan lalukanlah. Dengan cara demikian kita mulai terbiasa melihat sesuatu secara obyektif sebagai arus kausalitas dengan sedikit sekali lekatan emosional.
Seseorang yang pernah dikecewakan oleh orang lain, entah oleh mantan pacar, mantan istri, mantan suami, mantan boss dll, pasti tidak akan pernah lupa. Namun seiring dengan waktu, ingatan itu hanya berupa ingatan faktual, sedangkan beban psikologisnya akan sedikit demi sedikit berkurang.
Demikianlah sabda sang avatar Yang Arya Asmaraman Sukhowati Kho Ping Hoo dalam kitab sucinya Bukek Sian Su Episode Istana Pulau Es:
Belajarlah untuk berani menghadapi kenyataan yang bagaimanapun juga.
Menghadapi kenyataan tanpa penilaian dan tanpa perbandingan. Dengan tanpa ingatan akan masa lalu dan renungan akan masa depan, maka engkau akan dapat melihat kenyataan itu seperti apa adanya, membuat engkau akan tetap tenang biarpun menghadapi apapun juga.
Dalam keadaan tenang sewajarnya inilah, maka segala tindakanmu akan dapat kaupergunakan dengan tepat, dan engkau tidak akan terseret oleh kemarahan dan penasaran, penyesalan maupun harapan, karena ketenangan yang timbul dari kewaspadaan ini akan dapat membuat engkau bisa menyesuaikan diri dengan segala keadaan.
Salah satu tembang lawas yang saya sukai adalah Julie dari Julio Bernardo Euson. Sekali dengar saya langsung terpesona dengan lagu ini, walau saat kecil, tidak tahu apa maksud lagu ini. Lagu ini mengisahkan tentang seorang laki-laki yang selalu mengingat-ingat kisah asmaranya bersama mantan kekasihnya. Ia tidak habis pikir kenapa Julie harus pergi darinya. Ia tidak habis pikir kenapa saat-saat indah itu harus berkahir. Lama berharap bahwa suatu saat Julie akan kembali bersamanya, sebab tanpa Julie hidup tidak ada artinya lagi.
Demikianlah kedukaan itu datang, dari berharap kepada sesuatu yang mungkin tidak pernah akan terjadi lagi. Kenapa tidak mengusahakan kegembiraan dan kebahagiaan itu kini dan di sini, dari apa yang kita punyai? Kenapa mesti selalu menoleh ke belakang dan ke depan?
Nikmatilah lagu indah ini. Namun sadarlah bahwa hidup adalah hidup. Seni adalah seni. Dan bahasa perasaan adalah bahasa perasaan. Jangan dicampur adukan.
[tube]EItH2MwxvuE[/tube]
Julie
Julie, oh, Julie
Life's not the same anymore
There's not a thing
That’s worth
living for
Now that you've gone away
Julie, Julie
Why couldn't you have stayed
I remember the days
That we spent together
Happiness knowing no bound
And the time we have pledged
It would last forever
From this cloud that was just
no way down
But it seems that it all had to end
And I'm left here alone, not a friend
No one to cheer me and no one to say
Julie will surely come back, some day
Julie, darling, Julie
How come you're not thinking of me
How come you don't care to recall how it was
A whiz word that it always will be
Julie, Julie
Why don't you come back to me
I remember the days that we spent together
Happiness knowing no bound
And the time we have pledged
It would last forever
From this cloud that was just no way down
But it seems that it all had to end
And I'm left here alone, not a friend
No one to cheer me and no one to say
Julie will surely come back some day
Yes, its seems that it all had to end
And I'm left here alone not a friend
Julie will surely come back some day
Julie is coming back to me some day
Julie, I say, Julie
You have better come on home
'Cause I want you
Oh yeah, I want Julie….
Anonim said:
Bila anda dilanda kedukaan, selalu ingatlah Allah. Kedukaan itu adalah ujian dan cobaan dari Allah supaya anda menjadi semakin dekat dan bertakwa kepada-Nya. Begitupun bila anda sedang dilanda kebahagiaan. Bersyukurlah kepada Allah pada saat itu. Di dunia fana ini, memang benar bahwa kebahagian itu tidaklah abadi. Tapi, bila anda MASUK SURGA, anda akan mendapatkan kebahagiaan yang kekal.
SukaSuka
Anonim said:
Ada satu lagu rohani Kristen yang syairnya antara lain mengatakan begini, “Never grow old, never grow old, in the land where we never grow old.” Jika benar-benar ada suatu tempat seperti itu, di mana orang yang setelah mati mendapatkan hidup yang kekal, tidak ada dualisme lagi, hanya ada kebahagiaan. Hanya ada Julie yang tak pernah berubah menjadi tua atau berubah cintanya kepada kekasihnya. Sebaliknya jika orang tidak memenuhi syarat untuk masuk ke sana, maka ia akan masuk ke NERAKA, di mana ada kedukaan yang kekal, di mana Julie menjadi tua renta, judes dan galak, selingkuh di depan mata kekasihnya, pokoknya nyakitin aja. Pertanyaannya, setelah mati dengan apa orang yang masuk surga atau neraka bisa merasakan kebahagiaan kekal atau kebahagiaan kekal itu? Bukankah diperlukan suatu tubuh dengan panca indera dan otak untuk merekam semua sensasi yang dicerap oleh panca indera itu? Dari pada berspekulasi tentang ada tidaknya tempat seperti itu, lebih baik kita ikuti anjurannya AA Jin SM untuk menghadapi kebahagiaan dan kedukaan itu selagi kita hidup di dunia ini. Hidupilah hidup ini dengan segala ketidakpastiannya karena kematian adalah kepastian, sedangkan surga dan neraka adalah angan-angan manusia belaka.
SukaSuka
Anonim said:
Psychological memory adalah keniscayaan dari insecure ego yang membutuhkan tambatan hati, kejelasan dari suatu kejadian sehingga ego manusia menambahkan good and evil judgement pada raw fact. Aneh memang, penambahan nilai yang tak ada pada suatu factual memory membuat manusia lebih nyaman walaupun psychological memory membuatnya lebih menderita sebab setelah ditambahkan dislike judgement, manusia melekat pada psychological memory yang tidak disukainya itu. Ini semua memang permainan pikiran orang yang mati atau tidur. Kata Yeshua(Yesus), biarlah orang mati menguburkan orang mati. Zombie-zombie Kristen, apalagi zombie Islam tak akan pernah memahami mengapa Yeshua berkata demikian. Yang sudah melongok keluar sejenak dari Gua Plato seperti AA Jin SM ini, tentulah mengerti.
SukaSuka