Belakangan ini sejak mencuatnya perseteruan Cicak Vs Buaya, TV yang selama ini cuma jadi aksesoris di ruang keluarga saya mulai lebih aktif menyala. Setiap hari, saya selalu saja penasaran mengikuti perkembangan skandal ini. Sejak awal perseteruan ini mencuat ke permukaan, banyak orang menduga bahwa perseteruan ini sebenarnya tidaklain adalah sebuah usaha untuk mengkerdilkan KPK yang dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa terganggu dengan keberadaan lembaga ini.

Tadi malam saat menonton sebuah acara di TV One, saya menyaksikan episode lanjutan dari kisah ini. Dari apa yang saya tonton, tampaknya dugaan tersebut di atas tampak semakin sulit untuk dibantah.

Setelah usaha untuk mengkerdilkan KPK dengan cara kasar seperti yang dilakukan sebelumnya banyak mendapatkan resistensi dari rakyat negeri ini, kali ini musuh KPK dan teman pra koruptor tampak mulai menggunakan cara halus, yaitu dengan cara memangkas kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan.

Padahal selama ini, cara penyadapan ini terbukti efektif untuk menangkal korupsi. Bukti terbaru dari efektifitasnya penyadapan ini adalah terbongkarnya MEGA SKANDAL mafia hukum negeri ini. Sinetron ANEH TAPI NYATA yang disutradarai oleh "SUPER ANGGODO THE UNTOUCHABLE" ini begitu dahsyat dan luar biasa, begitu menyentak rasa keadilan jutaan rakyat negeri ini karena MEGA SKANDAL ini melibatkan para petinggi lembaga peradilan negeri ini bahkan sampai menyinggung keterlibatan orang nomer satu segala.

Dengan terbongkarnya MEGA SKANDAL ini, hari-hari belakangan ini kita semua menyaksikan betapa para pejabat tinggi negara ini yang berasal dari ketiga pilar demokrasi (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) merasa seperti tertampar di wajah dan terbakar jenggot. Hari-hari belakangan ini pula kita saksikan, betapa dan mereka semua sangat ingin secepatnya dan segera memperbaiki citra mereka yang hancur.

Yang sangat menarik dalam hal ini adalah menyaksikan cara mereka memperbaiki citra diri ini. Cara yang mereka lakukan sangat khas Indonesia dengan pola pikir "demokrasi ala Indonesia" sebagaimana yang sering digembar-gemborkan oleh almarhum bapak pembangunan kita dulu.

Dalam "demokrasi ala Indonesia" ini, budaya yang dikembangkan adalah "BUDAYA TANPA MALU, dan "BUDAYA TANPA RASA BERSALAH". Dalam budaya ini pejabat yang salah tak mau disebut apalagi mengaku salah.

Karena dalam budaya khas Indonesia ini asumsi dasarnya adalah PEJABAT TIDAK PERNAH SALAH, maka supaya kejadian memalukan seperti ini tidak terulang lagi di masa depan. Maka tentu saja bukan aparat yang terindikasi terlibat dalam MEGA SKANDAL ini yang diberi sanksi sepaya memberi efek jera bagi pejabat lainnya yang mencoba bermain api. Sebaliknya PENYADAPAN yang dilakukan oleh KPK yang telah membuat MEGA SKANDAL ini terbuka lah yang harus dibatasi.

Yang menjadi ujung tombak pembatasan ini siapa lagi kalau bukan si tuan berjenggot, Tifatul Sembiring, orang yang melarang penggunaan istilah CICAK melawan BUAYA, mantan ketua umum PKS, partai yang mengaku paling Islam, paling bersih dan paling anti korupsi dibanding partai manapun yang ada di negeri ini.

Dulu tanggal 20 Januari 2009 sebelum pemilu, saya pernah menulis sebuah artikel di blog pribadi saya dengan judul "PKS si partai kaum Fasis yang sedang membangun kekuatannya" http://winwannur.blogspot.com/2009/01/pks-si-partai-kaum-fasis-yang-sedang.html.

Saat itu saya menulis artikel ini adalah karena sulitnya saya menyampaikan ide saya dalam setiap diskusi yang saya dan beberapa teman lakukan dengan anggota atau simpatisan partai ini. Setiap kita melakukan diskusi atau tukar pikiran dengan mereka, yang terjadi selalu saja pemaksaan kehendak dari mereka. Intinya menurut mereka,siapapun yang berbeda pendapat dengan mereka adalah SALAH. Dasar pendapat mereka adalah asumsi awal tadi. Mereka selalu benar, karena mereka adalah partai yang paling Islam, paling bersih dan paling anti korupsi dibanding partai manapun yang ada di negeri ini.

Sikap seperti ini pulalah yang ditunjukkan oleh Tifatul Sembiring malam tadi. Meskipun ditentang dengan berbagai alasan logis oleh seorang ahli Hukum tata negara. Tifatul tetap bergeming dengan niatnya yang ingin menerbitkan peraturan pemerintah untuk membatasi hak penyadapan. Argumen andalan Tifatul hanya satu NIAT nya melakukan ini adalah baik. Dengan argumen tersebut Tifatul yang saat menjadi khatib pada pelaksanaan Shalat Idul Adha 1430 Hijriah, di Lapangan Kantor Gubernur Sumbar di depan seribuan lebih kaum muslim, menyatakan bencana fisik yang terjadi bertubi-tubi melanda Indonesia, bencana alam terjadi di Garut, Tasikmalaya, Cianjur, Sumatra Barat menyebabkan banyak warga harus tidur di tenda-tenda pengungsian,terjadi akibat kerusakan moral, mematahkan semua bantahan terhadap idenya.

Bagi pendukung fanatik sang menteri yang silau terhadap sosok berjenggotnya, yang pantang menggunakan otak untuk berpikir kritis saat sang pemimpin berbicara. Tentu saja ucapan sang menteri ini langsung diamini dan dicari pelbagai rasionalisasi untuk membenarkannya. Tapi bagi kita yang memandang sang menteri cuma manusia biasa saja yang sebagaimana manusia lainnya hanyalah daging dan tulang yang 70 % berbahan air yang secara ajaib hidup dan bernyawa, tentu saja langsung melihat banyaknya bolong-bolong dan kelemahan dalam ucapan sang menteri yang dalam acara di TV one tadi malam menyebutkan bahwa, hanya orang yang memiliki jenggot yang berhak merasa terbakar jenggot.

Apa yang akan dilakukan sang menteri berjenggot berdasarkan niat baik ini, persis seperti kisah seseorang yang merasa kasihan melihat seekor kupu-kupu yang kesulitan keluar dari kepompong. Yang karena merasa kasihan melihat betapa susah dan beratnya usaha sang kupu-kupu keluar dari kepompong lalu membantu merobek kepompongnya dan kupu-kupu pun dengan mudah keluar dari dalam kepompongnya. Tapi apa yang terjadi kemudian, karena proses keluar dari kepompongnya tergannggu, kupu-kupu itu lahir cacat. Sebab sayap-sayapnya yang seharusnya menjadi kuat saat melewati proses keluar dari kepompong akibat niat baik orang yang merasa kasihan melihat perjuangannya tadi, jadi berkembang tidak sempurna.

Kejadian ini juga bisa diibaratkan seperti mobil yang melaju tersendat-sendat di jalan rata, tapi karena REM blong hancur akibat kecelakaan, tapi pemilik mobil malah memutuskan mengganti setelan GAS karena dianggap sebagai biang kerok yang membuat mobil melaju terlalu kencang.

Yang lebih lucu lagi dari kejadian kemarin malam adalah, ketika terus didesak sang menteri cari selamat dengan mengambil contoh negara lain yang juga menerapkan pembatasan-pembatasan dalam penyadapan.

Ini adalah omongan konyol dalam beberapa hal sekaligus. Pertama contoh negara lain ini menjadi tidak relevan karena ini bertentangan dengan SEJARAH kenapa KPK dulu dibentuk. Saat dibentuk KPK didasari oleh asumsi bahwa KORUPSI di negara ini adalah kejadian luar biasa yang membutuhkan penanganan yang tidak biasa.

Kedua, si menteri ini tampak sekali tidak bisa melepaskan diri dari kebiasaan di partainya yang suka mencomot aturan-aturan Tuhan seenaknya, dipilih sesuai dengan kepentingan partai mereka. Demikian pula dengan urusan mencontoh negara lain dalam urusan penanganan korupsi ini, contoh yang dipilih oleh sang menteri bukan contoh tentang ketegasan negara lain dalam menghantam korupsi, bukan BUDAYA MALU di negara lain seperti di Korea Selatan yang mantan presidennya sampai bunuh diri karena tertekan dituduh korupsi. Tapi contoh dari negara lain yang dipilih sang menteri berjenggot ini untuk ditiru adalah PEMBATASAN-PEMBATASAN yang dilakukan oleh negara lain, tanpa merasa perlu melihat konteks bahwa KORUPSI DI NEGARA INI ADALAH KEJADIAN LUAR BIASA.

Di negara ini, banyaknya pejabat dan pengelola negara yang sejenis dengan TIFATUL inilah yang membuat negara ini tak pernah maju, sebaliknya justru semakin jauh tertinggal oleh para tetangga yang dulunya berada jauh di bawah Indonesia. Jangankan bicara Malaysia atau Singapura yang dulu bekas anak didik Indonesia tapi sekarang sudah berani menginjak kepala. Lihat saja Vietnam yang hancur perang, babak belur di sanksi oleh Amerika, tapi sekarang sudah bisa tegak berdiri sejajar dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Saat Pemilu orang-orang semacam TIFATUL ini menjanjikan pemerintahan bersih untuk rakyat, tapi setelah Pemilu selesai yang terjadi adalah pembersihan terhadap rakyat yang dianggap mengganggu pemerintahan.

Itulah sebabnya ketika pemerintah mengatakan negara ini akan tinggal landas, yang terjadi malah negara ini tertinggal di landasan.

Wassalam

Win Wan Nur
http://www.winwannur.blog.com
http://www.winwannur.blogspot.com