
Dalam kaitan soal perijinan, jelas pemerintah (dinas pariwisata) yang kasih ijin sangat tidak peka. Meskipun tidak ada protes dari kalangan umat buddha, sudah selayaknya pemberi ijin lebih peka soal ini. Aku ada pengalaman ketika dolo, jaman Gus Dur jadi RI-1. Ketika itu sedang bantuin orang ngurus pembukaan toko di jalan Wahid Hasyim. Ketika mengurus ijin, nama yang diajukan adalah toko "Wahid" (dari nama jalan), oleh pemda ditolak, karena nama WAHID dianggap memanfaatkan nama presiden. Kenapa sekarang, ada nama Buddha Bar, meski itu internasional franchise koq bisa lolos? Hal yang sama, kalu terjadi pada islam, aku hakul yakin 1000% pasti ditolak! Dinas pariwisata yang berlindung dibalik surat persetujuan 3 organisasi budhis, yang satu malahan organisasi kepemudaan, menurutku terlalu mengada-ada. Walubi, yang resmi ada di depag, tidak diminta pendapatnya.
Sekarang soal Buddha Bar. Bagaimana sebaiknya sikap umat budha sebaiknya? Sekarang memang terjadi 2 sikap. Yang satu menentang, yang satu lagi cuek. Aku kira kedua sikap itu oke2 saja. Yang menentang, karena merasa tidak nyaman patung nabi yang dihormati ditaruh di resto/cafe, menemani orang/tamu ngedugem. Kayaknya koq tidak dihormati. Aku bisa memahami sikap ini, terutama dalam kaitannya dengan kondisi indo. Bayangkan misalkan suatu saat terjadi maksiat di sana, terus fpi menggebrek. Bisa2 agama buddha dijadikan agama sesat karena dianggap terlibat/mendukung kegiatan tersebut. "Lah, waktu berdiri kenapa situ gak protes nama buddha dipakai? Berarti umat buddha indo emang setuju segala bar, cafe dll." Pan susah juga! Minimal, dengan ada yang protes, jadi ada pernyataan sikaplah.
Lalu aku sendiri sikapnya gimana? Cerita dibawah ini mungkin bisa mewakili sikapku.
Ada 2 bhikhu sedang melakukan perjalanan, dan tiba di sebuah vihara tua yang rusak di pinggir kota. Ketika itu menjelang musim dingin. Tidak ada dahan kayu yang bisa dijadikan perapian. Satu2nya bahan kayu tinggal sebuah patung budha yang sudah kusam. Akhirnya, bhikhu yang lebih tua memotong patung kayu buddha tersebut dan dijadikan api unggun. Kejadian ini menimbulkan protes dari bhikhu yang lebih muda.
"Koq Buddha yang kita hormati dibakar?"
Bhikhu tua menjawab: "Kalau masih bisa dibakar, bukanlah buddha!"
Salam,
wiro
Ini sedikit suasana Buddha Bar cabang Australia yang bisa diliat di:
http://www.buddhabar.com.au/
Anonim said:
Saya setuju dengan sikap Bung Wiro menghadapi kontroversi Buddha Bar. Kalo Buddha masih bisa terbakar itu bukan Buddha! Ini berlaku untuk organisasi kaum Buddhist yang mendukung ataupun yang menolak keberadaan Buddha Bar. Selain itu saya melihat sisi positif dari Buddha Bar untuk memperkenalkan segala sesuatu tentang Buddha, Kebuddhaan, dan Buddhisme kepada khalayak ramai, khususnya para pendugem. Pengunjung Buddha Bar akan terbiasa dengan simbol-simbol Buddhisme dan suatu waktu nanti akan tertarik untuk mempelajari Buddhisme. Buddha bar menyediakan suatu titik masuk (entry point) yang tidak akan bisa dilakukan secara formal oleh organisasi keagamaan Buddha yang manapun! Inilah saat kembalinya Sabdapalon dan Nayagenggong ke bumi Nusantara. Saatnya Buddhisme modern disemai dan ditumbuhkan di Indonesia. Di USA sudah ada Naropa University, di Boulder Colorado, satu-satunya universitas Buddhist yang program 8 semesternya terakreditasi penuh, hebat kan? Masakan kita di sini ribut-ribut soal tetek bengek-susu asma seperti keberadaan Buddha Bar itu. Sudah saatnya Buddhisme di Indonesia bangkit kembali menyediakan keberagamaan yang cerdas dan mencerahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hidup Buddha Bar! (Tibandenker)
SukaSuka
Anonim said:
Penganut Buddhisme adalah manusia-manusia yang sangat toleran dan menerima segala sesuatunya dengan tenang. Kalau sudah unjuk rasa atau protes-protes, sudah bertentangan dengan Budhisme dan itu aliran “garis keras ” , jangan sampai Budhisme menjadi ala Hamas atau ala FPI , sebab Budha tak mengenai kekerasan ….
SukaSuka
Anonim said:
Dengarnya anaknya Sutiyoso punya saham di Buddha Bar jadi tahulah Buddha Bar dapat ijin…, dalam hal ini penguasa tidak peka dan menghargai.agama yang diakui/resmi di indonesia.., mestinya penguasa/pemerintah.. menghargai simbol2 yang dipakai oleh agama2 yang diakui dan resmi di indonesia…
SukaSuka
Anonim said:
Tidak setuju ikut demo tidak berarti mendukung BB. Jelas BB didirikan bukan untuk tujuan mengagungkan nama Budha, melainkan lebih karena alasan komersial. Jadi tidak ada alasan untuk mendukung juga. BB ini didirikan di eropah yang mungkin menganggap nama buddha eksotis, tidak bertujuan menghina. Coba kalu mereka bikin Islam Bar atau Hamas Bar, apakah bar-nya akan mengundang? -wiro-
SukaSuka
Anonim said:
Bohong Cing Cong lagi. Mengapa wong cina tak bisa ngomng yg jujur? Kapan semua wong cina pergi dari pada bumi suci Pribumi? Kami sekalian tak akan selesai membenci wong kolaborator kuning pengecut. Terus: jangan ganti basane kami. Tak ada kata Tionghoa. Cuma berengsek lan Cina.
SukaSuka
Anonim said:
Chinese suck penis of whitey
SukaSuka
Anonim said:
Hidup Buddha Bar! Setelah menuliskan kata-kata itu beberapa hari kemudian aku membaca bukunya Perry Garfinkel “Buddha or Bust” in search of Truth, Meaning, Happiness, and the Man Who Found Them All. Three Rivers Press, New York, 2006. Pada halaman 174 Garfinkel menulis begini: “…. but they leave with a curiosity: Who was that guy? There is something universally compelling about the simple image of the Buddha, large or small; then it draws you into something deeper. (….. tetapi mereka pergi dengan rasa ingin tahu: Siapakah orang itu? Ada sesuatu yang menarik secara universal dari imaji Buddha, besar maupun kecil; akan menarik anda menuju sesuatu yang lebih dalam.) Wah! ternyata pikiran ku sama dengan pikiran Garfinkel! Tidak peduli itu di Borobudur, atau di Menteng imaji sosok Sang Buddha akan membuat orang berpikir siapa sih sebenarnya dia itu? Pengurus Walubi sebaiknya baca dulu bukunya Garfinkel itu. Lalu rangkul pengusaha The Buddha Bar, taruh traktat-traktat Buddhisme di bar itu untuk dibagikan kepada pengunjung. Dari seribu masakan tidak ada satu yang kemudian menjadi tertarik kepada ajaran Sang Buddha? Soal kekuatiran FPI akan menggerebek Buddha Bar, biarin aja biar kena karmanya sendiri mereka. Hidup Buddha Bar, Hidup Sang Buddha, Dharma dan Sangha!
SukaSuka
Anonim said:
Bumi Suci Pribumi? He he he, sampean ngerti gak sih asal usul ras Melayu di Nusantara ini? Semuanya dari Hunan sono Mas, kecuali orang kerdil dari Flores dan suku-suku di Papua. Kalo sampean benci sama wong cino boleh aja mas, itu hak asasi sampean tapi jangan ngawur! Malu-maluin diri sendiri lagi. Cina ngisep penis bule? Gak salah? Yang ada juga bule ketakutan sama Cina mas! Baca tulisan Win Wan Nur baru ngomong!
SukaSuka