Seperti banyak orang minang yang tumbuh dan besar di kampung, saya naturally tidak punya kesan dan persepsi yang bagus tentang orang batak.
Batak adalah kafir pemakan anjing. Tentu juga makan babi, tidak beradat, maling, perampok, mabuk, dan ujung titit tidak dipotong, adalah hal-hal lainnya yang worth to mention.
Tentu berbeda sekali dengan orang Minangkabau yang islami, beradat dan santun, serta berbudaya.. Berbeda sekali dengan orang Minang yang katanya berpendidikan dan berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Orang batak adalah kaum yang malang berbudaya rendah dan sayangnya juga mantiko, menyebalkan dan berpeluang besar jadi sampah masyarakat.
Mungkin tidak hanya saya, banyak batak sendiri yang mencoba membangun jarak dengan kebatakan mereka. Lihatlah, betapa mandailing, angkola, dan juga sebagian karo atau dairi-pakpak mencoba memutuskan asosiasi dengan kebatakan mereka. Bahkan, banyak yang terang-terangan di pantai timur menjelma menjadi melayu.
Namun, belakangan, banyak hal-hal baru tentang orang batak yang saya ketahui. Nggak semua batak jadi kernet bus, banyak yang jadi sopir juga, dan sekaligus pemiliknya. Banyak juga batak yang motong ujung tititnya, nggak makan anjing, nggak makan celeng. Banyak batak yang rajin ke mesjid, bernama arab, dan berjilbab ria. Banyak batak yang mentereng, wangi, mengkilat, dan gak berjigong. Banyak batak jadi camat, lurah, menteri, bupati, gubernur, rektor, dan pengusaha. Banyak batak yang cantik jelita, tampan rupawan, ganteng rumanteng.
Di Bandung, saat nyasar sekolah di jurusan dan fakultas top di kampus yang katanya paling tob se Indonesia, saya baru menyadari betapa banyak batak cerdas berseliweran. Kalau minang perantauan diexcluded, surely lebih banyak si batak pintar di kampus ini daripada si minang. Batak-batak ini tak hanya senang bergitar, mereka juga pintar bernyanyi bersama dalam paduan suara harmonis. Dan saya nggak sempat lihat mereka makan anjing, malah pada rajin ke restoran padang.
Selain berambut hitam, berjakun, dan berpantat dua, banyak kenalan dekat batak saya yang berhati lembut, santun, dan pemurah hati. Ingin rasanya saya menuliskan nama-nama teman lama batak itu di sini.
The reality is… tertinggal beratus-ratus kilometer di belakang, batak melaju kencang, dan dengan mantap menyalip Minang yang senang berlenggak-lenggok seperti banci dengan pantun-pantun dan ayat-ayat al quran berhahasa arab kuno itu.
Di Jakarta, batak menyelip di antar ratusan pedagang minang, dan menggeser pelan-pelan, bahkan mendominasi di beberapa titik. Lebih banyak pengusaha baru sukses batak dari pada minang. Lebih banyak insinyur berkualitas batak dari minang. Lebih banyak eksekutif baru batak daripada minang. Jangan ditanya pengacara, hakim dan jaksa Lebih banyak batak jadi politikus dan birokrat daripada Minang. O iya, ada Hatta, Sjahrir, Agus Salim, dll…iya, di abad lalu…
Penulis dan sastrawan? Chairil Anwar, Sutan Takdir Alisjahbana, Idris, Adinegoro, etc? Masih untung masih ada Pak Habe dan Pak Edizal. Dan yang jelas semakin banyak perempuan cantik lebih tergila-gila pada batak sukses, regardless ujung titit mereka dipotong atau tidak, daripada Padang bau rendang.
Ada beberapa nama Minang yang mencoba terseok-seok menyaingi Batak, tapi mereka lebih minang perantauan yang tidak terikat pada nilai-nilai primitif minang.
Yang tersisa? yang tersisa bagi orang minang adalah keirian, setidaknya bagi minang seperti saya. Tidak gampang mengubah perspective yang sudah built-in tentang kaum inferior bernama batak, pemakan anjing, titit berujung, perampok, pemabok, dan yes kafir…Yang ada adalah keirian. Ini sangat berat bagi orang Minang, menghadapi kenyataan menyakitkan ini.
Tapi hari demi hari, saya makin simpati pada barisan batak ini. Saya melihat kejayaan orang Minangkabau masa lalu pada kaum pemakan celeng ini. Cerita kesuksesan kaum minoritas Minangkabau di masa lalu, terulang pada kaum Batak.
Menolak adat dan kebiasaan yang tidak sesuai jaman dan tidak produktif; belajar dan mengadopsi peradaban, kebudayaan, dan pengetahuan baru dari Eropa atau Timur Tengah; kritis, berani berbicara dan bertindak; membuka mata, telinga, dan hati lebar-lebar… semuanya adalah pondasi kesuksesan orang Minangkabau di masa lalu. Hal yang dilupakan telak-telak oleh orang Minangkabau sekarang, diambil alih dengan mantap oleh orang batak. Orang minang senang meringkuk dalam tempurung adat bersyandi syarak, dan syarak bersandi kitabullah itu. Rajin menghapal pantun-pantun dan ayat alquran berbahasa arab, dan berpegang padanya erat-erat, very tightly.Tidak punya nyali dan titit untuk melangkah keluar dari tempurung kecil berselimut sabut kelapa jamuran itu.
Setiap kali saya membaca koran, majalah, internet, dan menonton tivi..saya seperti melihat Muhammad Hatta dengan marga Situmorang sedang berbicara atau dibicarakan, saya seperti melihat Sutan Sjahrir dengan marga Panggabean; M Natsir Simbolon, M Yamin Pangaribuan, Agus Salim Butar-Butar, Adinegoro Hutabarat, Chairil Anwar Harahap, Sutan Takdir Alisjahbana Simanjuntak, Marah Rusli Siagian, Rohana Kudus Napitupulu, Rasuna Said Siregar, Abdul Muis Tobing, Tan Malaka Marpaung, Buya Hamka Pardede….
Menurut majalah Tempo, 6 dari 10 tokoh Indonesia paling berpengaruh di abad 20 adalah kaum minoritas Minangkabau. Quite possibly, untuk abad 21, enam dari sepuluh tokoh itu adalah dari kaum minoritas Batak.
Nampaknya, mimpi saya untuk melihat orang Minangkabau membangkit batang terendam, mengulangi kejayaan masa lalu tercapai sudah, melalui kaum Batak kafir pemakan anjing ini.
Tapi, sebaiknya saya berhenti mengasosikan Batak dengan anjing, baiknya lah dengan kabau alias kebo. Kerbau adalah simbol kemenangan orang Minang di masa lalu= ‘Minangkabau’. Namun, kini orang Batak jelas lebih berhak memanggulnya…Batakkabau!
Saya berharap ada kaum Batakkabau yang menerima saya menjadi bagiannya, dengan senang hati saya rubah suku Sikumbang ini menjadi marga Simatupang.
—————————————
htpp://anginpetang.wordpress.com
Anonim said:
tulisan yg saya setuju bung … pemikiran ini berbeda di kalangan minang lain, di mana ketika kejayaan masa lalu diungkit2 (seperti nama2 besar yg bung sebut tersebut), maka untuk kembali ke kejayaan itu, maka obatnya adalah … (drum rolls) … adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah … hal yg bagi saya bahkan semakin menjerumuskan ke dalam ketertinggalan; dan hanya kejayaan masa lalu tersebut saja yg tersisa untuk dipamer-pamerkan ..
SukaSuka
Anonim said:
Aku baru tahu ternyata ada pandangan yang begitu negatif terhadap suku kami, sementara aku sendiri memandang orang dari suku lain, sejak dulu, sebagai teman sebangsa yang kebetulan saja beda suku. Ada sih perasaan berbeda, juga rasa unggul budaya terhadap budaya lain, suatu hal yang umum saya kira, tapi tidaklah sampai memandang negatif suku lain seperti yang digambarkan. Sebenarnya orang batak nggak makan babi dan anjing, mereka makan saksang dan tanggo-tanggo. (telatbangun)
SukaSuka
Anonim said:
Sedih juga mendengar bahwasanya pandangan masyarakat Minang kepada Batak seperti itu adanya. Padahal saya sebagai seorang Batak, tidak pernah sedikitpun memandang curiga atau mengasosiasikan sesuatu yang negatif kepada kawan2 dari suku lain, apapun keburukannya. Barangkali apa yang dicapai sekarang ini adalah ini buah dari zending missionaris Jerman dulu di tanah Batak. Yang kalau dikesampingkan misi agamanya, mereka juga membawa edukasi dan pengelolaan kesehatan yang cukup baik ke tanah Batak. Diakui atau tidak buahnya adalah pencerahan, “diangkatnya” keterbelakangan dari suku Batak. Hal ini banyak dilihat dahulu, sekolah- sekolah banyak berdiri di samping gereja, bahkan pada masanya RS HKBP di Balige adalah yang terbaik. Mindset orang batak sekarang, pendidikan adalah yang terutama, orang-orang tua rela membanting tulang agar dapat menyekolahkan anaknya di perantauan, seperti kata lagu anakkonki do hamoraon diahu. Mudah2an orang batak tidak terlena dan menjadi besar kepala akan pujian seperti ini, tetap bekerja keras dan berdoa, tetap survive/dimana langit dijunjung disitu bumu dipijak, hingga ke seluruh dunia, HORAS….!!
SukaSuka
Anonim said:
dari kommen di atas “dimana langit dijunjung disitu bumu dipijak,” seharusnya “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung” Mohon maaf dan maklum sidang pembaca yang budiman.. Maklumlah terakhir buka buku peribahasa zaman SD dulu, jadi agak kebalik-balik HORAS…!!
SukaSuka
Anonim said:
Mari kita saling bercermin. Orang Minang bercermin ke Batak. Orang Sumatra bercermin ke Jawa. Orang Jawa bercermin ke Sumatra. Masing-masing mempunyai sesuatu yang unik, mempunyai stereotip sendiri-sendiri. Orang Aceh, Melayu, Batak, Minang, Palembang, Sunda, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Papua, dst. Itulah Indonesia.
SukaSuka
Anonim said:
Yang dikemukakan sdr. angin petang adalah sebagian pandangan yang sudah kuno dalam masyarakat minang terhadap orang batak yang notabene adalah saudaranya sendiri. Juga semacam self-critic sdr. angin petang terhadap ranah minang yang melahirkannya. Kalau anda baca milis minang, terlihat betapa kerasnya dia mengkritik masyarakat minang yang kurang bisa pakai otak dan sudah menjadi budak arab itu.
SukaSuka
Anonim said:
Untuk kasus angin petang sorangan mungkin anda benar, stereotipe itu sudah kuno. Bagaimana dengan yang lain? Angin petang mungkin berbeda, berubah pandangan, karena dia sudah berinteraksi dengan dunia yang lebih luas. Bagaimana dengan orang-orang yang tidak seberuntung dia, yang lingkungan pergaulannya terbatas? Besar kemungkinan pandangan miring terhadap suku lain akan tetap terpelihara. Ya ndak?
SukaSuka
Anonim said:
ah, nggak hanya orang minang. bbrp orang batak juga punya pandangan negatif tentang orang minang, pelitlah, mau menang sendirilah, curanglah, etc. sebagian orang acheh juga punya perspektif jelek tentang orang jawa, kafirlah, penghisaplah; sebagian orang jawa juga punya perspektif jelek tentang batak, kasarlah, suka ngembat rejeki orang lah, etc. etc…so what? itulah yg coba dilawan oleh angin petang, tulisan ini lebih diperuntukkan untuk orang minang. sebaiknya orang batak juga bikin tulisan seperti ini untuk menggugah kaumnya. itu menurut saya.
SukaSuka
Anonim said:
Aku ndak ada masalah dengan angin petang, tidak juga dengan tulisannya. Tulisan ini bahkan membukakan mataku, “wah, stereotipe terhadap sukuku ternyata seburuk itu rupanya”. Soal fakta stereotipe antar suku-suku, anda benar. Aku juga tahu hal itu, ia masih tetap jadi masalah bersama kita, di bawah permukaan. Nulis? Itu sih cerita lain, nantilah. Aku lagi lebih tertarik untuk kasih komentar pada tulisan orang. –telatbangun–
SukaSuka
Anonim said:
Saya asli orang batak,yang dari kecil sudah ikut orang tua merantau karena tugas.dan terakhir saya kuliah di Yogyakarta.Banyak saudara dan teman yang bilang keluarga kami tidak seperti orang batak.Selama ikut merantau orangtua,saya banyak ketemu orang baru dengan suku yang berbeda.Ada juga yang orang minang.Saya ingat pada awalnya orangtua teman saya itu terlihat kurang nyaman melihat anaknya bersahabat dengan saya,padahal waktu itu saya masih SD kelas 4.Tapi saya cuek saja..Saya cerita ke Mama saya,dan dia jawab bahwa saya harus tetap bersikap baik ke orang lain.Seiring waktu berjalan mereka akan tau kalau kita tidak seburuk yang mereka kira. Sifat orang batak memang keras,ambisius,kasar,tinggi hati,bicara dengan suara keras.Tapi orang batak juga terbuka dan terus terang,tidak munafik,kekerabatan yang kuat,dan suka menyanyi.Itulah kami…Kami hanya suku yang tadinya dianggap sepele, tapi akhirnya kami bisa maju buakn karena sifat kami yang mencontek sifat orang minang.Tapi karena kami selalu merasa dibuat sebagai suku rendah..Kami berjuang untuk kami sendiri,orangtua,anak,saudara,kerabat,dan opung kami…HORAS!!
SukaSuka
HALAK HITA said:
ckckck..kalau anda belum tahu,kenal dan paham sejarah suku dan budaya kami jangan asal bicara… dan jangan mengatakan orang lain itu pimitif buktikan dulu kalu anda itu ga primitif. dan setahu saya orang primitif itu tidak berpikiran picik melainkan berpikiran terbuka…. kalau kami tidak beradat kami tidak akan punya tali persaudaraan yang kuat…walau kami dikenal kasar dan keras karena suara dan intonasi nada bicara kami yang kuat kami bukan bangsa yang suka memendam, saat marah kami cukup meluapkannya dengan ucapan walaupun kasar tapi kami tidak memendam, itu lebih baik dari pada orang yang berkata lembut bermulut manis tapi hatinya menyimpan dendam…
SukaSuka
miko samosir said:
BATAK siapa yg g kenal batak ???, jaman dahulu mungkin terbelakang, tp saat ini batak menjadi yg terdepan, aku bangga jadi orang batak, karena di suku batak lah ada kalimat “HANCUR DEMI KAWAN ” , “KAMBING DI KAMPUNG SENDIRI, tp BANTENG DI PERANTAUAN”.
coba anda para pembaca memperhatikan, di INDONESIA dimana yg g ada org BATAK nya? , inti nya , BATAK ADALAH SUKU YANG SANGAT BERPENGARUH DI INDONESIA, BAHKAN DI DUNIA.
HORAS…HORAS…HORAS !!!
SukaSuka
Mangapu Samosir said:
Salam!
Anda Si Angin Petang, mohon jangan asal sapu sini sapu situ.. kami curiga kalau-kalau nanti kamu jadi tornado!
Mari berhati-hatilah dengan orang Batak, bahkan dengan suku-suku tetangga kita yang lain.. kita mesti ingat bahwa semua suku punya LEGAL STANDING, AS IT BE!! Itu HUKUM UNIVERSALITY!
Suku Batak punya sistem yang lebih dari cukup, kalau hanya untuk sekedar ‘memBatakkan’ Anda! Tapi saya tidak melihat esensi konstruktif dari niat Anda!
Saya yakin sebagai komunitas yang bertetangga, suku-suku lain pun punya ke’kagum’an tersendiri terhadap saudara-saudaraku suku Minang. Bagi saya, sekalipun mengejar tujuan-tujuan yang lebih mulia, tidak penting mengorbankan keaslian jatidiri kita.
Kemajuan bukanlah segala-galanya, dominasi, mayoritas, superioritas, bahkan (rezim) kekuasaan duniawi-pun akan berakhir bung..!
Keterbukaan dan kelugasan berbahasa Anda menarik perhatian; alangkah mulianya jika potensi besar yang Anda miliki itu masih akan bisa ber’sinar’ di kalangan saudara-saudaraku orang Minangkabau(dan tentu kalau bisa menanjak ke aras nasional), menolong memulihkan persepsi-persepsi masyarakat suku yang salah (spt: rasa unggul yang semu) bahkan sikap primordialis tulen; kiranya mereka dipersiapkan mengalami transformasi (lintas budaya); Kiranya nilai-nilai am/universal semakin cepat berterima dan dinikmati di negara ini.., Amin!
Terimakasih jika Bung mengerti, SALAM !!
SukaSuka
bengetssiagian said:
horas bangso batak….jika anda berpikir negatif terhadap orang batak.bagaimana pula dengan suku anda???luas kali pulaknya pemikiran mu tentang uang seratus ribu…..ketahuilah kawan…negaramu dan negaraku…bangsamu dengan bangsamu…diperbudak oleh negara lain.pernah kah kamu memikirkan itu???????mengapa kamu berontak terhadap dirimu sendiri?”jika kamu pernah melihat orang gila di pinggir jalan?”seperti itulah negara lain melihat kita..jika seperti itu tanggapanmu terhadap saudaramu.lebih baguslah “sampah” daripada “tong sampah”
SukaSuka
japaris panjaitan said:
Horas,horas,horas…
Batak tetap maju terus.
SukaSuka
yuki said:
haha ngakak baca postingannya lae… nampaknya orang batak iri ya sm org MINANG .. smpe2 bkin postingan… haha ngakak kali…!! org yg tdk pernah absen d kabinet adlh org minang dan jawa… kasihan ya batak d anggap primitif haha
SukaSuka
mr.siregar said:
Menurut batak toba pd umumnya, padang itu sebenarnya pancilok.
Dan jika diasosiakan dgn agama, maka menurut Yahudi, org Padang itu juga anjing.bukan berarti yg makan anjing tidak berbudaya,melainkan bagaimana perpective org dalam memandang org itu terkait dgn agamanya
Di dalam Alkitab milik Kristen yg dianut Batak Toba,selain Kristen adalah..yes..najis.berarti padang adalah najis juga.
Tapi ya sudahlah.mari sisihkan perbedaan yg dianggap perlu utk disisihkan.
SukaSuka
Fernandez Siahaan said:
Aduh…jangan kalian salah persepsi atau salah sangka tentang tulisan dia ini…
Tidak ada yang salah di tulisan itu…justru itu adalah otokritik utk suku sang penulis…bagaimana menjadi Batak yang sekarang yg relatif lebih maju, yg selama ini banyak stereotipe negatif tentang suku Batak…
Kita sebagai orang Batak, banggalah dengan ke-Batakan kita…tetapi jangan sangkin bangganya kita menjadi terlena (seperti pesan dari tulisan ini), kita jadi tak mau sekolah, frame berfikir kita tidak lebar, anti kritik, manja, dll…
Sekali lagi saya anggap tulisan ini sangat bagus, otokritik juga buat suku-suku lainnya termasuk Batak agar kebanggaan itu bukanlah sekedar kebanggaan…
SukaSuka
Enny Sidabutar said:
Batak berbudaya rendah pula kata penulis ini. Jangan begitu kawan, pelajari dulu dengan baik.
Jikapun itu otokritik, asosiasinya tidak harus seperti itu.
@Yuki; Jaga mulut.
SukaSuka
A.S Siregar said:
ha..ha…buat yang nge post angin petang.. tolong jaga omonganmu tentang orang BATAK makan anjing & babi,, titinya tidak di sunat, itu sudah salah presepsi lae. krn tdk smw orng batak seperti itu, tergantung agama kepercayaannya masing2.
Dengan celotehmu yg tidak bermutu, bahkan kamu ingin menjadi bagian suku batak, ya jelas la kamu tidak bakalan bisa masuk. sukumu saja kau hina, apa lagi kau masuk menjadi suku batak, makin hancurlah kau buat suku kami ini lae…!!!
SukaSuka
minangnese said:
horas Regar ….
bini aku pun Sinaga…
cilotehnya buat ahu dan biniku kesal…
SukaSuka
ISRAEL said:
Shalom, Horas,
Orang batak, memiliki sifat berani, adil Dan tegas, Dan bijak. Dalam tradisi bangsa batak, mengenal 3 warna tali yg slalu diikat di kepala, tangan, Dan baju, yakni, putih, melambangkan keilahian, keyakinan kepada Tuhan, merah, melambangkan keberanian dan kesetiaan, dan hitam, melambangkan kebijaksanaan, itu terdapat dalam kitab mangala bulan. Jadi sifat orang batak itu ada dalam 3 warna tsb. Horas, Shalom
SukaSuka
ISRAEL said:
Orang batak sudah memiliki budaya yang tinggi, menjaga tradisi budayanya, dan keimanan gerejanya.
SukaSuka
ISRAEL said:
Saya sendiri Kenal dekat dgn orang2 minang/padang, banyak sy ketemu di pasar2 & di tmpat2 lain. Mereka umumnya, bermulut besar, banci, dan korupsi. Jadi, yuki, sukumu minang/padang sudah hancur. Jangan suka menjelek2an suku lain. Kau masih perang dayak dan madura. Batak itu sperti dayak…… Jadi, yuki, tutup mulut besarmu……
SukaSuka
sihaloho parbaba said:
Maju Terus Batak….
BATAK ITU CERDAS BUKAN PENGECUT, SAYA BATAK…..
HORAS….
SukaSuka
minangnese said:
Ini sikumbang udah jadi monyet bukan Matupang kali ye…
asal ngomong aja
Bataknese nggak kan pernah bisa nyaingin Minangnese
SukaSuka
Miko Siregar said:
Kenapa jd liar diskusinya bro!!! Tulisan itu bagus. Ia mengungkap realitas bhw pernah ada, meskipun berdasar stereotif, alias pandangan subyektif versi Minangkabau thdp suku Batak bhw orang Batak belum apa-apa tp Minangkabau udh berlayar ke dunia yg luas. Tp penulis kini dan disini berkata bhw hal yg pernah arkhaik oleh versi Minang terhadap orang Batak sejak lama, dlm realitas perubahan sosial terkini ternyata tdk demikian: pihak yang mempersepsi (versi Minangkabau) ternyata spt terninabobok dalam pandangan stereotif dan kebanggaan sendiri, sementara obyek yg dipersepsi telah mengejawantah secara sosial.
Inilah fakta ke-Indonesiaan kita, sebuah negara Bangsa yg sejak tdk sungguh terurus, oerawatan pola bangunan hubungan sosial satu-sama lain berbiaya tinggi. Sebuah bangsa yg dlm kesehariannya subur subyektivitas ttg apa yg dianggap realitas obyektif padahal hanya hal hanya campuran indrawi dan ilusi. Inilah fenomena bangsa kita yg asyik dgn pandangan hiperealitas,sibuk dgn kenyataan yg dilebih-lebihkan dan menolak bertolak dari diagnosa sosial yg dekat dgn kenyataan terpercaya. Hiperealitas ini bukan hanya merugikan image pihak lain, diri sendiri, tp bangsa ini. Fakta hubungan kesukubangsaan ini diperparah dgn cara kita mencampurbaurkan Agama dan identitas kesukubangsaan. Kita lebih suka menjadikan sarana jd tujuan, dan tujuan jd sarana. Seperti orang yg membela diri dgn marah utk berkata ttg kebenaran, tp sesungguh yg tdk dikatakan dibalik kata marah itu yg sesungguhnya kebenaran atau kenyataan terdekat yg bisa dijangkau
Apa yg hendak disampaikan penulis mengandung hal penting dlm membangun ke-Indonesiaan kita: Tinggalkan sikap hidup seolah tungau diseberang benua (baca: suku lain) tampak benderang, gajah dipelupuk mata (baca: suku sendiri) gelap dari benderang. Tapi apakah iklim sosial nasional kita mendukung agenda revolusi sosial demikian? Kita masih tunggu maksud Pak Joko Widodo ttg manifestasi agenda kebijakan politik sosial semacam ini.
SukaSuka
Miko Siregar said:
Kenapa jd liar diskusinya bro!!! Tulisan itu bagus. Ia mengungkap realitas bhw pernah ada, meskipun berdasar stereotif, alias pandangan subyektif versi Minangkabau thdp suku Batak bhw orang Batak belum apa-apa tp Minangkabau udh berlayar ke dunia yg luas. Tp penulis kini dan disini berkata bhw hal yg pernah arkhaik oleh versi Minang terhadap orang Batak sejak lama, dlm realitas perubahan sosial terkini ternyata tdk demikian: pihak yang mempersepsi (versi Minangkabau) ternyata spt terninabobok dalam pandangan stereotif dan kebanggaan sendiri, sementara obyek yg dipersepsi telah mengejawantah secara sosial.
Inilah fakta ke-Indonesiaan kita, sebuah negara Bangsa yg sejak tdk sungguh terurus, oerawatan pola bangunan hubungan sosial satu-sama lain berbiaya tinggi. Sebuah bangsa yg dlm kesehariannya subur subyektivitas ttg apa yg dianggap realitas obyektif padahal hanya hal hanya campuran indrawi dan ilusi. Inilah fenomena bangsa kita yg asyik dgn pandangan hiperealitas,sibuk dgn kenyataan yg dilebih-lebihkan dan menolak bertolak dari diagnosa sosial yg dekat dgn kenyataan terpercaya. Hiperealitas ini bukan hanya merugikan image pihak lain, diri sendiri, tp bangsa ini. Fakta hubungan kesukubangsaan ini diperparah dgn cara kita mencampurbaurkan Agama dan identitas kesukubangsaan. Kita lebih suka menjadikan sarana jd tujuan, dan tujuan jd sarana. Seperti orang yg membela diri dgn marah utk berkata ttg kebenaran, tp sesungguh yg tdk dikatakan dibalik kata marah itu yg sesungguhnya kebenaran atau kenyataan terdekat yg bisa dijangkau
Apa yg hendak disampaikan penulis mengandung hal penting dlm membangun ke-Indonesiaan kita: Tinggalkan sikap hidup seolah tungau diseberang benua (baca: suku lain) tampak benderang, gajah dipelupuk mata (baca: suku sendiri) gelap dari benderang. Tapi apakah iklim sosial nasional kita mendukung agenda revolusi mental (sosial) demikian? Kita masih tunggu maksud Pak Joko Widodo ttg manifestasi agenda kebijakan politik sosial semacam ini.
SukaSuka
bobi said:
udah lah gg usah dibahas .. minang is the best perdana menteri pertama singapur saja dr minang , malaysia juga .. klaw level minang gg indonesia lgi lae udah mendunia … astront pertama malaysia 1 org minang sultan halsanah bolkiah keturunan minang .. gg terkejar bray
SukaSuka
tupang said:
hahaha aku ga mau kau jadi simatupang. rusak marga ku kau buat. ga ngerti aku jalan pikiranmu. kalau mau kau bandingkan head to head orang batak and minangkabau, bisa mati berdiri karena capek. saran ku, jalani jalan mu. buat suku mu bangga. sekian
SukaSuka
Lapo said:
Lae Israel,
Malu suku Batak komentar kau kayak begini. Tunjukkan Batak itu beriman lah… Malu aku jadinya.
ISRAEL
November 13, 2014 at 01:52 · Reply
Saya sendiri Kenal dekat dgn orang2 minang/padang, banyak sy ketemu di pasar2 & di tmpat2 lain. Mereka umumnya, bermulut besar, banci, dan korupsi. Jadi, yuki, sukumu minang/padang sudah hancur. Jangan suka menjelek2an suku lain. Kau masih perang dayak dan madura. Batak itu sperti dayak…… Jadi, yuki, tutup mulut besarmu……
SukaSuka
Suku Sikumbang said:
Penulis apaan kau ni. Sembarangan aja kau. Suku minang mundur bukan karena mempertahankan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (abssbk), tapi karena meninggalkannya dan sekedar pemanis bibir aja. Jika ditelusuri banyak orang minang sekarang yg bejad dan koruptur. Beda dengan minang dulu yg berpegang sama adat dan agama seperti hatta, syahril, agussalim, hamka, dll.
SukaSuka